https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

KPS Perintis Ophir, Bukti Ketangguhan Sawit Rakyat Lintas Generasi

KPS Perintis Ophir, Bukti Ketangguhan Sawit Rakyat Lintas Generasi

Petani di Pasbar memanen sawit. Foto: PPKS


Simpang Empat, elaeis.co – Di Pasaman Barat, Sumatera Barat, tertancap kisah emas yang menjadi tonggak sejarah sawit Indonesia. Koperasi Unit Desa (KUD) Perintis Ophir tercatat sebagai saksi lahirnya Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-Bun) sawit pertama di Indonesia tahun 1981. Dari kerja sama pemerintah Indonesia dengan Jerman Barat, koperasi ini bukan saja bertahan lebih dari empat dekade, tetapi juga menjadi warisan berharga bagi sawit rakyat.

Awal 1980-an, pemerintah Indonesia merancang program ambisius untuk mengembangkan perkebunan rakyat berbasis inti–plasma. Di Pasaman Barat, proyek itu diwujudkan melalui PIR-Bun Ophir dengan pendanaan dari Jerman dan teknis pembangunan kebun oleh PTPN VI.

Dari proyek itulah lahir KPS Perintis Ophir yang membawahi 26 kelompok tani dengan luasan mencapai 1.012 hektare. Generasi pertama, orang tua para anggota saat ini, menanam sawit perdana pada 1981–1982. Kini, tongkat estafet pengelolaan kebun diteruskan ke generasi kedua.

“Orang tua kami dulu yang pertama ikut. Sekarang kami melanjutkan, memastikan koperasi tetap tegak,” tutur Akbar, planter sekaligus anggota koperasi, dilansir dari Instagram PPKS Senin (19/8).

Seiring waktu, produksi kebun mulai menurun. Tahun 2013, KPS Perintis memutuskan melakukan replanting karena produksi hanya tersisa 13–15 ton per hektare per tahun. Pohon sawit pun sudah terlalu tinggi, sulit dipanen.

Didampingi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, anggota koperasi menanam ulang dengan bibit unggul DxP Simalungun. Proses replanting berlangsung hingga April 2014, dan kini kebun yang berusia sembilan tahun itu kembali produktif, bahkan hasil panennya melampaui target.

“Pada siklus pertama kami pernah mencapai 33 ton per hektare per tahun. Di siklus kedua ini stabil di angka 32 ton. Angka itu jadi bukti bahwa sawit rakyat bisa unggul bila dikelola dengan baik,” jelas Anggono, planter lainnya.

Replanting berarti butuh waktu sebelum kebun kembali menghasilkan. Untuk mengatasi risiko putusnya pendapatan, koperasi menerapkan strategi cerdas dengan menanam jagung sebagai tanaman sela dan membangun sistem tabungan anggota.

Setiap anggota menyisihkan Rp1 juta per bulan untuk kebutuhan pokok, sementara hasil jagung membantu menopang penghasilan sehari-hari. Strategi ini bahkan sempat menarik perhatian pemerintah pusat. Menteri Pertanian kala itu, Amran Sulaiman, mencanangkan integrasi sawit–jagung seluas 1.000 hektare di Pasaman Barat dengan KPS Perintis sebagai model percontohan.

Bagi KPS Perintis, pendampingan PPKS Medan adalah fondasi utama. Mulai dari budidaya, pemupukan, pengendalian hama penyakit, hingga pelatihan teknis pembibitan, semua mereka serap. Tahun 2008, bahkan ada anggota yang dikirim belajar langsung ke Bukit Sentang, Aceh, untuk memperdalam ilmu pembibitan.

“Kami masih menjadikan PPKS sebagai kiblat. Apa yang kami pelajari dulu masih dipakai sampai sekarang, dan hasilnya bisa dirasakan,” ujar Akbar.

Kini, di usianya yang ke-44 tahun, KPS Perintis Ophir bukan hanya koperasi, melainkan simbol ketangguhan sawit rakyat. Dari sebuah proyek kerja sama Indonesia–Jerman di era 1980-an, koperasi ini tumbuh menjadi bukti bahwa sawit rakyat bisa bertahan lintas generasi.

“Kami percaya tongkat estafet ini akan tetap berjalan. Sawit ini bukan hanya untuk kami, tapi untuk anak cucu,” kata Akbar.

Pasaman Barat boleh jadi bukan pusat sawit terbesar di tanah air. Namun dari sinilah lahir jejak emas PIR-Bun sawit pertama di Indonesia yang hingga kini masih tegak bersama KPS Perintis Ophir sebagai warisan abadi bagi sawit rakyat.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :