Berita / Nasional /
Kisruh dengan PT DSI, Petani Sawit di Siak Dipanggil Sejumlah Lembaga Pusat, Salah Satunya KPK

Ketua LSM Perisai Sunardi SH saat berada di gedung KPK di Jakarta. Ist
Pekanbaru, elaeis.co - Gerakan Masyarakat Riau (Gemari) Bersatu mendatangi Kantor Menko Polhukam dan DPR RI, Senin (22/5). Kelompok ini terdiri dari masyarakat Dayun dan Koto Gasib yang didampingi LSM Perisai, sekaligus sebagai kuasanya.
Ketua LSM Perisai Sunardi SH mengatakan kelompok masyarakat yang didampinginya adalah masyarakat yang memegang surat -surat tanah namun tanahnya dikuasai oleh PT Duta Swakarya Indah (DSI).
“Jadi kami berangkat bersama-sama besok pagi, dan sebelumnya kami juga sudah ausiensi dengan Menko Polhukam Prof Mahfud MD di Pekanbaru kemarin,” kata Sunardi, Senin (22/5).
Ia mengatakan, tujuan ke KPK untuk melaporkan pihak Pengadilan Negeri (PN) Siak, yaitu Ketua PN Siak Ikha Tina, Panitera PN Siak Sumesno dan Juru Sita PN Siak Al Khudri.
Sunardi menjelaskan, pertama rombongannya akan menghadap ke Menko Polhukam, Mahfud MD sebagai upaya tindaklanjut dari laporan tentang mafia tanah di Riau.
“Kita sudah memaparkan permasalahan lahan di Siak, dan Senin ini Menko Polhukam sedang membentuk pantia pemberantasan mafia tanah di Riau,” kata dia.
Setelah itu rombongannya akan datang ke gedung KPK RI melaporkan dugaan tindak pidana korupsi di PN Siak terkait pelaksanaan constatering dan eksekusi 12 Desember 2022 lalu di Dayun Siak. Terkait hal ini pihaknya juga melampirkan pendapat hukum dari pakar hukum Dr Robinton Sulaiman.
Sedangkan ke DPR RI meminta dukungan agar mengurangi Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT DSI. Kemudian meminta DPR RI agar surat dukungan tersebut ditujukan kepada Bupati Siak.
“Ternyata pada 2016 sudah ada surat dari Dirjen Perkebunan Kementan bahwa lahan yang bebas garapan PT DSI hanya 2.359 Ha dari 8.000 Ha berdasarkan IUP. Surat tersebut sudah dikirimkan ke Dinas Perkebunan Siak waktu itu dijabat Teten Efendi. Kepala Dinas sudah memberitahukan tentang perubahan IUP PT DSI dan telah dilakukan cek oleh BPN Siak,” kata dia.
Terkait materi laporan ke KPK dijelaskan Sunardi bahwa PT DSI selaku pemohon eksekusi adalah pemegang suat keputusan Menhut Nomor : 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 melawan PT Karya Dayun merupakan perusahaan pengelola perkebunan milik masyarakat di areal 1.300 Ha dengan dasar berupa SHM sebanyak 643 Persil.
“Kemenangan dalam gugatan perdata PT DSI selaku pemohon eksekusi pada saat melawan PT Karya Dayun tidak melibatkan masyarakat sebagai para pihak dalam gugatan tersebut,” kata dia.
Sunardi mengatakan pelaksanaan eksekusi terhadap bidang tanah pihak ketiga dengan titel hak milik yang tidak diikutkan sebagai pihak dalam perkara atas objek sengketa tersebut. Kemudian tidak pula memiliki hubungan hukum pengalihan atau peralihan hak dari pemegang hak kepada pihak yang kalah dalam perkara yang dimohonkan eksekusi.
“Sedangkan lahan perkebunan milik pihak ketiga dengan luasan 1.300 Ha di antaranya dimiliki dan dikuasai oleh Muhammad Dasrin Nst dengan titel hak berupa SHM,” kata dia.
Sunardi menyebut dalam melaksanakan constatering dan eksekusi 12 Desember 2022 tidak secara adil dan melanggar kode etik. Sebab tidak memberikan informasi dan penjelasan yang benar, terhadap proses eksekusi tidak dijelaskan.
“Areal yang dilakukan constaterint dan eksekusi ada nama-nama pemilik SHM yang tidak menjadi Para Pihak dalam gugatan perdata yang dimohonkan eksekusi oleh pihak yang menang dalam Perkara,” kata dia.
Sunardi juga menegaskan PN Siak tidak adil dan melanggar etik dengan tidak memberikan informasi di dalam klarifikasi tersebut. Apalagi pihak pemohon eksekusi hanya sebagai pemegang izin dan bukan pemegang hak.
“Pada 12 Desember 2022 itu PN Siak hanya menetapkan constatering atas objek perkara yang dimohonkan eksekusi untuk dilakukan pencocokan terlebih dahulu dengan dibantu oleh Kadaster, pihak ketiga yang ditunjuk untuk pencocokan,” kata dia.
Pada saat constatering tersebut, kata Sunardi, Kadaster sudah menjelaskan kepada PN Siak, bahwa di areal yang diconstatering terdapat SHM milik orang lain. Kemudian tidak bisa dilakukan constatering karena tidak ditemukan objek perkara.
“Sedangkan untuk eksekusi diperlukan langkah hukum terlebih dahulu atau dilakukan ganti rugi terhadap tanah milik pihak yang tidak dalam perkara tersebut, dan pekerjaan selanjutnya mengambil data setiap titik sesuai persil pada SHM yang tertera dalam lokasi bidang tanah,” kata dia.
Namun demikian, kata Sunardi, PN Siak tetap memaksakan diri dengan didampingi oleh pemohon eksekusi. PN Siak tetap membacakan putusan eksekusi di tanah milik masyarakat yang tidak termasuk di dalam gugatan keperdataan.
“Objek yang dilakukan constatering dan eksekusi oleh PN Siak adalah tanah dan kebun milik masyarakat yang tidak termasuk di dalam gugatan keperdataan antara PT DSI melawan PT Karya Dayun,” kata dia.
Adapun PT Karya Dayun tidak memiliki hak atas tanah di lokasi objek yang dilakukan constatering dan eksekusi.
“Kami dari LSM Perisai selaku pihak yang mewakili masyarakat telah melayangkan surat keberatan dan penolakan secara resmi, dengan tujuan agar PN Siak berbuat adil dan memberikan klarifikasi secara benar tentang keberadaan lokasi objek tanah,” katanya.
Sunardi mengaku telah mendapatkan bukti pemula atas ketersediaan dana untuk tim di PN Siak sebelum dilakukan constatering dan eksekusi. Ketersediaan dana itu dititipkan oleh pemohon eksekusi atau PT DSI dengan jumlah uang yang tersedia agar diberikan hadiah dan jasa kepada tim.
“Kami ada saksi, apabila berhasil melaksanakan constatering dan eksekusi oleh PN Siak sebesar Rp 7 miliar, dengan bukti dititip ketersediaanya di PT. Bank China Construction Bank Indonesia, TBK sejumlah RP 5 miliar, dan PT Bank CIMB Niaga, Tbk Rp 2 miliar,” kata dia.
Komentar Via Facebook :