Berita / Mitos dan Fakta /
Kisah Sawit Era Kolonial yang Mengubah Wajah Pulau Sumatera
Foto/National Geographic
Jakarta, elaeis.co – Pulau Sumatera kini dikenal sebagai salah satu pusat produksi kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, perjalanan sawit hingga bisa menguasai lanskap Sumatera bukanlah hal yang instan.
Semua berawal dari eksperimen kecil di masa kolonial Belanda yang akhirnya menempatkan Indonesia sebagai pemain utama industri sawit global.
Sejarah mencatat, minyak kelapa sawit sebenarnya sudah digunakan manusia di Afrika Barat sejak 5.000 tahun lalu.
Menurut Dr. Pauline Von Hellerman dari Goldsmith University, minyak ini sempat menjadi bagian penting kehidupan masyarakat lokal, sebelum kolonialis Eropa mengenal dan mengkomersialkannya.
Pada abad ke-15, para kolonialis Eropa yang tiba di pantai Guinea mulai mengobservasi potensi minyak sawit. Perubahan signifikan terjadi pada 1807 ketika Inggris menghapuskan perbudakan di Afrika Barat. Produksi minyak sawit pun mulai menjadi alternatif industri, diekspor ke Eropa sebagai pelumas mesin Revolusi Industri.
Masuk ke Indonesia, kisah sawit dimulai pada 1848 ketika botanis Belanda menanam empat bibit kelapa sawit di Kebun Raya Buitenzorg, kini dikenal sebagai Bogor.
Hasilnya mengejutkan, buah sawit di tanah Indonesia jauh lebih produktif dibandingkan di tanah asalnya. Keberhasilan ini membuka peluang bagi perusahaan kolonial.
Adrien Hallet yang beroperasi di Indonesia dan Malaysia. Meskipun luasnya belum seberapa dibandingkan sekarang, langkah awal kolonial ini menegaskan Sumatera sebagai lahan strategis bagi sawit.
Kini, luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 16,8 juta hektare dengan produksi tahunan sekitar 50 juta ton.
Sumatera menjadi pulau dengan sebaran sawit paling luas: Riau 3,49 juta hektare, Sumatera Utara 2,01 juta hektare, Sumatera Selatan 1,4 juta hektare, Jambi 1,19 juta hektare, Aceh 487,5 ribu hektare, dan Sumatera Barat 379,6 ribu hektare.
Tidak heran jika pulau ini menjadi tulang punggung industri sawit nasional sekaligus pemain utama di pasar global.
Namun, sejarah panjang sawit juga membawa dilema lingkungan. Perambahan hutan untuk perkebunan sawit kerap dikaitkan dengan deforestasi dan bencana alam, termasuk banjir dan longsor.
Data luas perkebunan yang meluas pesat sejak kolonial menunjukkan bahwa perkembangan industri ini tidak lepas dari tekanan terhadap ekosistem lokal.
Sejarah sawit di Sumatera mencerminkan kombinasi inovasi, peluang ekonomi, dan tantangan ekologis.
Dari empat bibit di Buitenzorg hingga jutaan hektare perkebunan saat ini, perjalanan sawit menunjukkan bagaimana sebuah tanaman bisa mengubah lanskap sosial, ekonomi, dan lingkungan.







Komentar Via Facebook :