Berita / Nusantara /
Ketum Apkasindo: Stabilkan Dulu, Jangan Buru-buru Bikin Aturan Baru

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung saat berbicara di Medan, kemarin. foto: ist
Jakarta, elaeis.co - Sebetulnya tak ada persoalan bagi lelaki 49 tahun ini jika pemerintah bolak-balik membikin aturan main terkait kelapa sawit.
Sebab Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) ini memang selalu berpikiran positif apabila pemerintah akan membikin aturan baru.
"Yang penting tidak merugikan petani sawit. Soalnya, aturan apapun yang dibikin terkait sawit itu, akan sangat berdampak kepada petani. Sebab dari 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia, 42% milik petani," rinci Gulat Medali Emas Manurung saat berbincang dengan elaeis.co, kemarin sore.
Tapi belakangan kata ayah dua anak ini, makin banyak berhampuran aturan main yang merugikan petani. Yang paling bikin berantakan itu kata doktor lingkungan Universitas Riau ini adalah Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Tak hanya harga TBS petani yang terjun bebas, emak-emak pun kata Gulat sampai harus antri mengular untuk mendapatkan minyak goreng (migor). "Miris menengoknya," kata auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini.
Tapi untunglah kata Gulat, setelah lebih sebulan migor menjadi masalah nasional, pemerintah membikin keputusan baru; cuma mensubsidi migor curah. Harga Eceran Tertinggi (HET) nya Rp14.000.
Tapi, baru hitungan jam keputusan itu berjalan, datang pula aturan baru; Peraturan Menteri Keuangan nomor 23 tahun 2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Di sinilah kadang membikin saya enggak habis pikir. Entah apalah pentingnya (PMK 23) ini cepat-cepat dikeluarkan. Biarlah situasi tenang dulu" rutuk Gulat.
Kalau cuma untuk menggendong subsidi migor curah senilai Rp7,28 triliun per enam bulan itu kata Gulat, duit yang ada di BPDPKS masih cukup, tak perlu segera merubah PMK 76 2021.
Angka Rp7,28 triliun itu didapat Gulat dari sini; Harga Eceran Tertinggi (HET) migor curah Rp14.000 perliter. Harga CPO Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Rp17.398 perkilogram.
Ditambah ongkos produksi dan distribusi, maka harga pasar migor curah menjadi Rp20.398 per liter.
Biar migor curah itu bisa dibanderol Rp14000, maka BPDPKS musti menggendong biaya sebesar Rp6.398 per liter dikali total kebutuhan 202 juta liter per enam bulan.
"Tahun lalu duit PE yang terkumpul sekitar Rp71 triliun. Setelah dihitung di akhir tahun, masih tersisa sekitar 30%. Artinya masih ada stok duit sekitar Rp21 triliun. Nilai segini sangat aman," katanya.
Lantaran stok duit masih aman kata Gulat, mestinya pemerintah fokus dulu menstabilkan kondisi pasar, juga kondisi harga Tandan Buah Segar (TBS) petani.
"Setelah semuanya benar-benar stabil, barulah pikirkan dan putuskan apa yang mau dilakukan ke depan. Saya mendengar kalau rapat terkait PMK 23 ini tidak satu suara. Semua stakeholder sawit malah mengusulkan supaya dikaji dulu dengan cermat dan lihat situasi. Itu wajar, sebab kondisi masih sangat tidak stabil," katanya.
Secara organisasi, Gulat memastikan bahwa Apkasindo siap mendukung PMK 23 itu jika pemerintah mau pasang badan dan memastikan harga TBS petani tidak terjun, apalagi ambruk.
Sebab kalau dihitung-hitung, sesungguhnya dengan Pungutan Ekspor USD175 per ton saja, harga TBS petani sudah tertekan sekitar Rp507-Rp700 perkilogram. Itu baru akibat PE, belum lagi oleh Bea Keluar (BK). Kalau ditotal, tekanan yang ditanggung petani, bisa mencapai Rp1.600 per kilogram. "Begitu hitungan kami," katanya.
"Jadi, kali ke sekian ribu lah saya bilang, bahwa 42% dari 16,38 juta hektar luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia ini adalah milik petani. Jadi, apapun itu yang berkaitan dengan sawit, tolong libatkan petani, jangan beban saja yang diberi. Dan kalau mau membikin aturan baru, intinya jangan terburu-buru," tegasnya.
Dan Gulat sendiri mengaku masih ingat dengan omongan Menteri Perdangan saat Rapat dengan Komisi VI DPR RI kemarin; "supaya petani sawit mengalah”.
"Kurang mengalah apa lagi petani? Selama ini petani sawit sudah sangat mengalah. Selain dibebani PE, melambung tingginya harga pupuk dan herbisida, apa kami ribut? Enggak!," katanya.
Meski begitu kata Gulat, sebagai langkah konkrit, petani sawit Apkasindo kata akan 'membingkai' sejauh mana petani harus mengalah.
"Kebetulan dua hari ke depan ketua-ketua DPW Apkasindo dari 22 provinsi berkumpul di Medan. Kami akan merumuskan langkah lanjutan petani sawit pasca DMO & DPO itu. Yang jelas, semua harus dijaga, baik petani, masyarakat, PE, BK, korporasi, program biodisel, PSR, devisa dan BPDPKS," katanya.
"Lantaran kita ini satu tim menjaga sawit, dan semua masyarakat Indonesia sudah merasakan betapa dasyatnya dampak dan manfaat dari sawit, maka sepatutnya kedepan, tidak ada lagi kelompok atau oknum anak bangsa ini yang doyan menyudutkan sawit Indonesia," tatapan Gulat nampak tegas.
Komentar Via Facebook :