Berita / Sumatera /
Ketergantungan pada Tengkulak Harus Diakhiri, Petani Inhu Diminta Lakukan ini
Ram sawit menampung hasil panen petani dan menjualnya ke PKS. foto: Kodim Kampar
Rengat, elaeis.co - Petani kelapa sawit swadaya di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau, sangat bergantung pada tengkulak atau ram.
Mereka sepertinya mustahil bisa menjual tandan buah segar (TBS) hasil panennya langsung ke pabrik kelapa sawit (PKS). Sebab, hanya TBS dari ram yang memegang surat pemesanan atau delivery order (DO) saja yang diterima oleh PKS.
Ramli, seorang petani sawit di Desa Punti Kayu, Kecamatan Batang Peranap, mengatakan, sistem perdagangan TBS membuat petani swadaya tidak bisa melepaskan diri dari tengkulak. "Ram yang punya akses ke manajemen PKS," katanya kepada elaeis.co, Selasa (16/5) lalu.
"Kalau saya bilang, petani kecil menjual langsung hasil panen ke pabrik ibarat jauh panggang dari api. Ditolak PKS lantaran buah terbatas, kemudian korporasi susah membina karena petani tidak berkelompok," pria 38 tahun itu menambahkan.
Karena rantai pasok makin panjang, alhasil harga TBS yang diterima petani menyusut. "Selisih harga kalau menjual TBS ke ram dibanding harga di PKS sekitar Rp 150/ kilogram," sebutnya.
"Pasti lebih mahal di PKS. Masalahnya, kalau mau meminta DO ke PKS, kami tak tahu caranya. Belum pernah petani di sini dapat DO, kemampuan SDM kami terbatas, perlu pendampingan," sambungnya.
Terpisah, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Perikanan Inhu, Faisal Illahi, menjelaskan bahwa mekanisme resmi rantai pasok sawit tidak mengenal istilah DO.
"Di Permentan nomor 01 tahun 2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit produksi pekebun dan Pergub Riau nomor 77 tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun di Provinsi Riau, tidak mengenal istilah DO," tegasnya.
"Kalau petani kesulitan menjual langsung TBS ke pabrik, solusinya harus bergabung dengan kelompok tani atau koperasi yang bermitra ke PKS," tambahnya.
Dia juga menyebutkan bahwa Pemkab Inhu tidak bisa mencampuri tata niaga sawit. "Tak punya kewenangan mengawasi penjualan TBS petani swadaya. Kami hanya sebatas mendorong pemberdayaan, itupun dilihat dari kapasitas PKS," jelasnya.
Menurutnya, di Inhu ada dua tipe PKS. Yakni PKS non kebun dan yang memiliki kebun. "Misalnya ada PKS dengan kapasitas 30 ton/jam yang tidak memiliki kebun, maka peran kami hanya mengawasi sumber bahan bakunya," paparnya.
"Jumlah PKS di Inhu 23 pabrik yang tersebar di 14 kecamatan. Dari jumlah itu, sebagian beroperasi tanpa terintegrasi dengan kebun," tutupnya.







Komentar Via Facebook :