https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Kereta Api Sumatera, Mesin Urat Nadi Sawit dan Tambang Sejak Kolonialisme Belanda

Kereta Api Sumatera, Mesin Urat Nadi Sawit dan Tambang Sejak Kolonialisme Belanda

Foto/Tropen Museum


Jakarta, elaeis.co – Sejak era kolonial Belanda, kereta api di Sumatera jadi mesin utama pengangkut sawit dan tambang, menggerakkan ekonomi pedalaman dan membuka jalur ekspor ke pelabuhan strategis.

Jaringan rel kereta api di Sumatera mungkin tak seterkenal rute‐rute di Pulau Jawa, tetapi sejarahnya tak kalah penting, dari ekspedisi batu bara di Ombilin hingga rel pengangkut kayu, perkebunan, dan hasil bumi, rel‐rel ini adalah saksi bisu akselerasi ekonomi pulau itu.

Pembangunan rel kereta di Sumatera dimulai oleh pihak kolonial Belanda karena kebutuhan strategis yaitu mengangkut hasil tambang dan perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan ekspor. 

Misalnya di Sumatera Barat, jalur dari Padang Panjang menuju Bukittinggi diresmikan pada akhir abad ke‑19. 

Begitu juga di Sumatera Utara, jaringan awal di wilayah Deli oleh Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) dibangun untuk mengangkut tembakau, karet, dan kelapa sawit, meskipun data khusus DSM di Sumatera agak terbatas dalam arsip KAI.

Di Sumatera Selatan, pembangunan jalur kereta negara (melalui konsesi pemerintah kolonial) mulai sekitar 1914 hingga 1933, untuk melayani wilayah perkebunan dan tambang.

Rel‐rel kereta ini tidak sekadar moda transportasi, mereka adalah mesin ekonomi bagi Hindia Belanda. Tambang batu bara di Sawahlunto (Sumatera Barat), misalnya, mendorong pembangunan jalur dari Muaro Kalaban melalui terowongan dan jembatan khusus agar batu bara bisa keluar dari pedalaman. 

Dengan moda kereta, hasil bumi yang jumlahnya besar bisa diangkut secara massal, menghindari ketergantungan pada pedati, perahu sungai, atau jalan darat yang belum memadai.

Meski banyak jalur dibangun sejak masa kolonial, sejumlah rute akhirnya berhenti beroperasi karena perubahan ekonomi, transportasi dan kondisi infrastruktur. Di Sumatera Barat, beberapa jalur yang dulu aktif kini tinggal kenangan atau fungsi alternatif. 

Menurut catatan, sebagian besar jalur kereta api di Sumatera yang ada saat ini masih merupakan peninggalan kolonial Belanda yang kemudian diambil alih dan dikelola oleh operator nasional.

Meskipun dulunya dibangun untuk kebutuhan kolonial, jaringan kereta api di Sumatera tetap punya potensi besar untuk masa sekarang yaitu mengangkat efisiensi logistik, membuka akses ke daerah‐pedalaman, dan mendukung ekspor hasil bumi.

Dalam konteks modern, jika jalur‐jalur ini direvitalisasi dengan baik, dengan standar operasional, teknologi dan manajemen modern fungsinya bisa lebih dari sekadar warisan, bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi regional.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :