https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Kepemilikan Tanah Tumpang Tindih, Lembaga Pemerintah Tak Pernah Komunikasi?

Kepemilikan Tanah Tumpang Tindih, Lembaga Pemerintah Tak Pernah Komunikasi?

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang. Foto: Mentari/nr


Jakarta, elaeis.co - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, meminta kejelasan pola komunikasi lembaga pemerintah khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hal itu terkait dengan banyaknya kasus tumpang tindih dan kepastian hukum kepemilikan tanah.
 
Junimart mencontohkan kasus tanah di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, yang tiba-tiba diklaim masuk kawasan hutan. Padahal tanah tersebut sudah ditanami sawit dan karet serta sudah bersertifikat lebih 20 tahun.

“Nah, ini bagaimana komunikasi antara Kementerian ATR/BPN dengan KLHK? Ini tolong dibangun, karena kita sudah sepakat juga dengan Komisi IV DPR RI untuk melakukan rapat gabungan. Kasihan masyarakat,” jelasnya melalui keterangan resmi Setjen DPR RI.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menjelaskan, Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) agar masyarakat bisa mendapatkan sertifikat tanah. Selain memberikan kepastian hukum pertanahan, sertifikat tanah adalah dokumen tertinggi dan paling istimewa yang bisa dipakai untuk menyejahterakan masyarakat.

“Namun nyatanya, fakta di lapangan, sertifikat ini kerap kalah dengan Peraturan Menteri (Permen) KLHK. Ternyata kepastian hukum yang harusnya dilindungi, bisa dikalahkan oleh permen,” kritiknya.

“Tiba-tiba mereka sudah menetapkan patok kawasan hutan, padahal itu (ada) sertifikat. Sementara presiden mengatakan sertifikat adalah dokumen tertinggi dan paling istimewa. Bisa menyejahterakan masyarakat karena bisa minta pinjaman ke bank. Nah, dengan adanya kawasan hutan, bank tidak mau terima. Ini sudah kejadian,” tambahnya.

Terkait kasus pertanahan di Kabupaten Batubara itu, menurutnya, DPRD provinsi dan kabupaten sudah melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahasnya. Bahkan juga sudah dikirimkan surat ke kementerian terkait, tapi belum mendapatkan tanggapan.
 
“Itu baru di Sumatera Utara, belum di daerah lain seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat. Jadi, hampir seluruh Indonesia selalu berbicara tentang Hak Guna Usaha (HGU). Notabenenya penerbitan HGU terkait dengan kementerian, tetapi masyarakat tidak mau tahu itu. Mereka tahunya sertifikat urusan BPN, jadi mereka selalu menuntut BPN,” paparnya.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :