Berita / Lingkungan /
Kenali 6 Sertifikasi Sawit ini. CPOPC Gagas yang ke-7
Tanaman kelapa sawit di Manokwari Papua Barat yang ditanam pakai standar ISPO. foto: aziz
Jakarta, elaeis.co - Segimana pun butuhnya orang terhadap minyak sawit dan turunannya, tetap saja tudingan bahwa kelapa sawit ini banyak membikin masalah, selalu bermunculan.
Tengoklah paparan dosen program studi ekonomi sumberdaya dan lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Nia Kurniawati Hidayat yang tadi pagi diunduh elaeis.co dari palmoilina.asia.
Di paparan itu disebut Jensen et al (2019) mempersoalkan kesehatan ketika mengkonsumsi minyak sawit.
Ada pula perubahan penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit terkait deforestasi hutan hujan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan emisi gas rumah kaca yang dipermasalahkan oleh Carlson et al (2012); Guillaume et al (2018); Koh & Wilcove (2008); Oosterveer (2015) dan Rival & Levang, (2014).
Masalah sosial ekonomi terkait mata pencaharian petani kecil, eksploitasi pekerja, dan konflik penguasaan lahan juga dipersoalkan oleh Byerlee & Rueda (2015); Goldstein (2015); Moreno-Peñaranda dkk (2015) dan Pai, (2019).
Oleh soalan-soalan yang muncul inilah barangkali kemudian bermunculan sertifikasi-sertifikasi kepada kelapa sawit itu.
Pertama; Sustainable Agriculture Network (SAN).
Rainforest Alliance (berdiri tahun 1987) yang mendirikan SAN ini. Tujuannya untuk mengurangi dampak penggunaan lahan dan praktik bisnis terhadap keanekaragaman hayati dan masyarakat lokal.
"SAN adalah koalisi organisasi nirlaba independen yang mempromosikan keberlanjutan sosial dan lingkungan yang dibentuk pada tahun 1997," ujar doktor jebolan Universitas Maastricht Belanda ini.
Pada 2009, Rainforest Alliance meluncurkan standar Pertanian Berkelanjutan yang terus dikembangkan. Tahun 2017 Rainforest Alliance menerbitkan versi terbaru.
Kedua; Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
RSPO sendiri dibentuk tahun 2004 dengan tujuan mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan produk minyak sawit berkelanjutan melalui standar internasional
yang kredibel.
Ada 8 dasar dan 39 kriteria praktis yang dianut. Untuk mengklaim kepatuhan terhadap Principle & Criteria (P&C) dan mencapai sertifikasi RSPO itu, pekebun harus
dinilai oleh lembaga sertifikasi pihak ketiga yang terakreditasi RSPO setiap lima tahun, dengan audit tahunan untuk kepatuhan berkelanjutan.
Ketiga; Roundtable on Sustainable Biomaterials (RSB).
Berdiri pada 2007 dan awalnya diluncurkan sebagai kemitraan antara WWF dan produsen biofuel/bahan baku dan dikelola oleh University of Lausanne.
Pada 2011, RSB meluncurkan sistem sertifikasi globalnya sebagai seperangkat kriteria keberlanjutan yang komprehensif untuk mendorong produksi biofuel dan biomaterial lainnya yang berkelanjutan.
Tiga tahun kemudian, RSB meningkatkan cakupannya untuk memasukkan semua biomaterial. Seperti ISCC, sertifikat RSB diakui oleh inisiatif RED UE.
Keempat; Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
Pada 6 Juli 2009, Kementerian Pertanian Indonesia merancang kebijakan sertifikasi ini dan pada 2011, dikeluarkanlah standar wajib ISPO.
Di bawah ISPO, semua produsen harus menjalankan operasi sesuai dengan standarnya pada 2014. Kalau tidak, akan mendapat risiko kehilangan lisensi untuk beroperasi.
Secara desain, kriteria ISPO sangat selaras dengan persyaratan hukum dan peraturan yang ada, dan untuk alasan ini kadang-kadang disebut sebagai “standar legalitas” minyak sawit Indonesia. Ini membutuhkan kepatuhan penuh terhadap semua kriteria untuk mendapatkan sertifikasi ISPO.
Kelima; International Sustainability & Carbon Certification (ISCC).
ISCC ini adalah standard untuk biomass yang didanai sepenuhnya oleh pemerintah (German Federal Ministry of Food, Agriculture and Consumer Protection) dan independent tahun 2012
ISCC adalah sistem untuk sertifikasi industri biomassa dan bioenergi, berorientasi pada pengurangan emisi gas rumah kaca, penggunaan lahan yang berkelanjutan, perlindungan biosfer alami dan keberlanjutan sosial.
Lalu ada pula ISCC EU, skema sertifikasi yang dikembangkan pada tahun 2011. Ini adalah standar sertifikasi pertama yang menunjukkan kepatuhan terhadap persyaratan EU Renewable Energy Directive (RED) yang bertujuan untuk memastikan bahwa biomassa tidak diproduksi dengan mengorbankan habitat alami yang berharga.
Keenam; Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO).
Standar Malaysia ini diterbitkan pada September 2013. MSPO memberikan prinsip-prinsip umum untuk penerapan, penetapan, dan peningkatan praktik operasional sistem keberlanjutan yang didirikan di Malaysia untuk memastikan produksi minyak sawit berkelanjutan.
Seperti ISPO, standar ini sangat selaras dengan persyaratan hukum dan peraturan nasional yang ada. Mencakup rantai pasokan industri kelapa sawit yang terdiri dari petani swadaya dan terorganisir, perkebunan dan pabrik kelapa sawit.
Belakangan muncul upaya membikin Global Framework of Principles for Sustainable Palm Oil (GFP-SPO) oleh Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC)
CPOPC mencoba menciptakan common language diantara skema sertifikasi yang berbeda-beda meski tetap memakai SDGs sebagai basis. Ada tujuh prinsip yang diusung.







Komentar Via Facebook :