Berita / Nasional /
Kemendag Beberkan Sederet Alasan Pengetatan Ekspor Limbah Sawit dan Minyak Jelantah
Limbah cair pabrik kelapa sawit. foto: BPDPKS
Jakarta, elaeis.co - Kementerian Perdagangan menyosialisasikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Sosialisasi ini dilaksanakan di Bekasi, Jawa Barat. Permendag 2/2025 sendiri sudah berlaku sejak 8 Januari 2025.
Sosialisasi dibuka Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim dan diikuti pemangku kepentingan sektor produk kelapa sawit dan turunannya. Dalam sambutannya, Isy menyampaikan, Permendag 2/2025 memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).
Isy menekankan kembali pernyataan Menteri Perdagangan Budi Santoso bahwa Permendag 2/2025 ditempuh untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat. Selain itu, juga untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen (B40).
“Berdasarkan Permendag ini, kebijakan ekspor UCO dan residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Pembahasan pada rakor ini termasuk ada tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat Persetujuan Ekspor (PE),” jelas Isy dalam siaran pers Kemendag dikutip elaeis.co Sabtu (18/1).
Menurut Isy, pertimbangan pengambilan kesepakatan dalam rakor untuk dapat mengekspor UCO dan limbah cair sawit didasari beberapa hal. Diantaranya yaitu kebijakan lain yang membatasi ekspor UCO dan residu seperti pengenaan bea keluar yang akan diberlakukan, penyesuaian angka konversi hak ekspor hasil dari Domestic Market Obligation (DMO), angka produksi dan konsumsi dalam negeri dari UCO dan residu, serta hak ekspor UCO dan residu yang dimiliki oleh eksportir.
“Di luar itu, bagi para eksportir yang memiliki PE UCO dan PE residu yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag sebelumnya, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” tambah Isy.
Hadir sebagai narasumber pada kegiatan ini yaitu Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan Kementerian Koordinator Bidang Pangan Tatang Yuliono, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir, serta Pembina Industri Ahli Pertama dari Kementerian Perindustrian Lisa Sturoyya Faaz.
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Farid Amir menyampaikan, terbitnya Permendag 2/2025 juga didasarkan pada pertumbuhan permintaan POME, HAPOR, dan UCO akibat implementasi kebijakan Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) oleh International Civil Aviation Organization (ICAO). Alasan lainnya, Permendag juga didasarkan pada maraknya modus pencampuran CPO dengan POME dan HAPOR asli, serta praktik mengolah buah dari Tandan Buah Segar (TBS) sawit yang dibusukkan langsung menjadi POME dan HAPOR.
“Perubahan Permendag mencakup perubahan syarat dan tata cara untuk mendapatkan PE UCO dan residu. Berdasarkan Permendag 2/2025, PE diterbitkan dengan kewajiban melengkapi syarat alokasi jika disepakati dalam rakor,” terang Farid.
Ia pun berharap kerja sama eksportir dan asosiasi untuk menyampaikan data yang mendukung kebijakan ekspor produk CPO dan turunannya. Data tersebut termasuk jumlah produksi, pasokan, konsumsi, serta permintaan.







Komentar Via Facebook :