https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Kemarau Datang Karhutla Mengancam! Begini Jurus yang Disiapkan Gapki

Kemarau Datang Karhutla Mengancam! Begini Jurus yang Disiapkan Gapki

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono. foto: Dok. Gapki


Jakarta, elaeis.co – Sejumlah wilayah di Indonesia memasuki musim kemarau. Menghadapi potensi meningkatnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama musim kemarau, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menegaskan komitmennya untuk terus mengantisipasi dan mencegah terjadinya kebakaran di area perkebunan sawit.

Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono, menjelaskan bahwa para pelaku usaha perkebunan saat ini telah mengikuti berbagai regulasi yang berlaku, khususnya terkait pencegahan kebakaran.

“Kami mematuhi peraturan dari Kementerian Kehutanan maupun Kementerian Pertanian. Pembukaan lahan pun sekarang sudah tidak menggunakan metode pembakaran,” tegasnya dalam keterangan resmi dikutip Senin (28/4).

Sebagai bentuk konkret antisipasi, Gapki juga berperan aktif dalam operasi modifikasi cuaca selama musim kemarau. Selain itu, perusahaan sawit diwajibkan memiliki perlengkapan penanggulangan kebakaran dan membina kesadaran masyarakat sekitar agar turut berperan mencegah api.

“Kami tidak hanya fokus pada alat pemadam, tapi juga membangun kesadaran masyarakat melalui program peduli api. Tujuannya agar kebakaran tidak sampai terjadi di kebun,” paparnya.

Ia juga mengingatkan bahwa jika kebakaran terjadi di dalam atau di sekitar areal kebun, maka perusahaan bisa dikenai sanksi hukum yang cukup berat.
"Dari sisi bisnis, kebakaran lahan juga sangat merugikan perusahaan sawit," ujarnya.

Mukti menyoroti bahwa dua tahun terakhir, kondisi cuaca yang relatif bersahabat berhasil menurunkan jumlah kebakaran di wilayah Kalimantan. Namun, ia mencatat bahwa insiden kebakaran justru meningkat di beberapa daerah lain seperti Jawa dan Nusa Tenggara Timur akibat kekeringan ekstrem.

“Kebakaran lahan bukan hanya berdampak pada lingkungan, tapi juga langsung berpengaruh terhadap produktivitas kebun. Jika kekeringan parah atau terjadi kebakaran, tentu hasil produksi sawit bisa menurun drastis,” ungkapnya.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq memaparkan bahwa terdapat lima faktor utama penyebab kebakaran hutan dan lahan. Selain pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan, konflik lahan yang terus berulang, aktivitas ilegal di kawasan terbuka, serta kerentanan lahan gambut pada musim kemarau menjadi pemicu utama.

Ia juga menambahkan bahwa rendahnya kemampuan respons di tingkat tapak masih menjadi kendala serius. Keterbatasan peralatan, minimnya sumber daya manusia, akses air yang sulit, serta anggaran yang terbatas, turut memperparah kondisi ketika kebakaran terjadi.

Meski demikian, Hanif menyampaikan bahwa jumlah titik panas atau hotspot sepanjang tahun ini tercatat menurun drastis sebesar 80 persen dibandingkan tahun 2024. Namun, ia tetap mengimbau seluruh pemilik konsesi lahan untuk meningkatkan kesiapsiagaan.

“Data dari satelit NASA menunjukkan masih terdapat 142 titik hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi. Ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ancaman kebakaran belum sepenuhnya hilang,” ujarnya.

Sebagai informasi, Kementerian Pertanian mencatat luas kebun kelapa sawit nasional mencapai 16,8 juta hektare per 2023. Lahan ini dikelola oleh perusahaan swasta maupun BUMN.

Dalam kurun 2015–2024, kebakaran tercatat telah melanda sekitar 42 ribu hektare lahan sawit di bawah pengelolaan 79 perusahaan yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

Untuk memperkuat upaya pencegahan, pemerintah berencana memperluas koordinasi lapangan di 15 provinsi prioritas. Hanif pun meminta partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Gapki, untuk menyusun langkah bersama menghadapi ancaman kebakaran lahan secara lebih efektif.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :