Berita / Sumatera /
Kebijakan Tentang Gambut Dinilai Bisa Miskinkan Petani Sawit

Rezita Meylani Yopi, Bupati Indragiri Hulu, melakukan penanaman perdana bibit sawit program PSR di lahan KUD Trani Maju di Desa Pontian Mekar, Kecamatan Lubuk Batu Jaya. foto: ist
Rengat, elaeis.co - Regulasi yang dibuat pemerintah untuk perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dinilai merugikan petani kelapa sawit. Banyak yang terancam miskin serta kehilangan pekerjaan.
Sugianto, pekebun sawit di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, mengatakan, salah satu contoh kebijakan yang merugikan petani adalah syarat bebas kawasan lindung gambut saat mengajukan usulan peremajaan sawit rakyat (PSR) ke Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Memang syarat itu akan dicabut, tetapi kebijakan itu sudah terlanjur makan korban," katanya kepada elaeis.co, Senin (23/1).
Menurutnya, 130 hektare kebun kelapa sawit milik anggota KUD Trani Maju di Desa Pontian Mekar, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, tidak jadi di-replanting tahun lalu karena aturan tersebut. "Lantaran berada di lahan gambut, usul PSR tahun 2022 lalu ditolak," sesalnya.
Dia juga mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. "Hak hidup kami yang sudah puluhan tahun mengelola kebun agar hidup sejahtera, eh tiba-tiba bisa hilang begitu saja hanya karena secarik kertas," tandasnya.
Dia menyebutkan, kebun sawit yang dikelola KUD Trani Maju di Desa Pontian Mekar dulunya merupakan lahan transmigrasi. Pada tahun 1989 kebun kelapa sawit pertama kali dibangun oleh PT Indosawit Subur dengan pola PIR Tran.
"Transmigrasi itu program pemerintah. Nah, saat mau replanting pakai dana BPDPKS, barulah kami diberi tahu kalau areal itu masuk dalam kawasan hutan dan lindung gambut. Kurang ngawur bagaimana ini," ucapnya kesal.
"Ini sebenarnya pemerintah kita atau penjajah kita? Saya ini puluhan tahun hidup di hutan karena ditaruh di situ oleh pemerintah saat saya menjadi transmigran. Sekarang ketika kawasan itu sudah menjadi kebun hasil keringat dan darah keluarga saya, tiba-tiba enak saja pemerintah mengeluarkan PP yang mengusir saya dari sumber mata-pencaharian saya,” tambahnya.
Mantan anggota DPRD Inhu periode 2014 - 2029 ini menganggap PP Gambut adalah bentuk arogansi pemerintah yang membuat rakyat terancam dan putus asa menghadapi hari depannya.
"Sudah berpuluh tahun kami hidup di lahan gambut, tidak ada masalah. Lahan itu tidak produktif lalu diberikan pemerintah untuk kami kelola. Kami rela menderita dan bekerja keras menanaminya agar keluarga bisa hidup. Kalau kemudian tiba-tiba pemerintah ngawur begitu, ya kami juga bisa ngawur," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :