Berita / Pojok /
Kasus Gununng Balak Kapan Usai?
Salah satu sudut kawasan Gunung Balak. foto: wawainews
Oleh: Sudarsono Soedomo *)
Kasus pertanahan Gunung Balak telah berjalan lebih dari setengah abad, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan segera terselesaikan.
Gunung Balak terletak di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Namanya memang mengandung kata gunung, tetapi bentuk wilayahnya sangat datar dan sangat cocok bagi pengembangan pertanian.
Tulisan ini membahas kisruh pertanahan di Gunung Balak antara otoritas kehutanan untuk menggambarkan telah matinya hati nurani dan nalar.
Di mata otoritas kehutanan, wilayah Gunung Balak merupakan hutan lindung register 38. Status ini didasarkan pada Besluit Residen No. 664 tahun 1935 dengan luas 19.680 ha.
Baca juga: Jangka Benah Menyelesaikan Apa?
Selanjutnya, pada tahun 1947, Residen Lampung menyebarkan Surat Edaran No.1 Tahun 1947 yang menyatakan bahwa peraturan dan ketetapan kawasan hutan di masa pemerintahan Belanda masih tetap berlaku serta masyarakat dilarang membuka hutan tanpa seizin pihak Jawatan Kehutanan Daerah Inspeksi Sumsel.
Inilah yang menjadi pegangan otoritas kehutanan hingga hari ini dalam mempertahankan wilayah Gunung Balak sebagai hutan lindung.
Padahal, UU No. 5 Tahun 1960 mencabut semua ketetapan tentang pertanahan yang dilakukan di jaman Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk untuk Wilayah Sumatera.
Selanjutnya, ada juga Surat Keputusan Menteri Pertanian No 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung.
Dengan dua peraturan baru tersebut, maka klaim status hutan lindung berdasarkan peraturan jaman pemerintahan Hindia Belanda sudah tidak relevan.
Di sisi lain, sejak tahun 1963, masyarakat telah melakukan pembukaan hutan untuk lahan pertanian. Pada tahun 1980, ada isu bahwa wilayah Gunung Balak akan dikosongkan.
Penulis sempat menyaksikan bagaimana penduduk mulai membongkar bangunan rumahnya. Memori itu masih melekat sangat baik dalam ingatan hingga hari ini, karena sangat menyedihkan sekaligus memuakkan.
Kalau saja pemerintah konsisten dengan peraturan yang dibuatnya sendiri, yaitu Surat Keputusan Menteri Pertanian No 837/Kpts/Um/11/1980, maka status hutan lindung dipastikan dapat digugurkan.
Hampir seluruh wilayah Gunung Balak memiliki skore jauh di bawah 125, padahal batas minimal skore untuk hutan lindung adalah 175.
Antara tahun 1990 hingga 2022 terjadi perubahan penggunaan lahan yang signifikan. Areal belukar dan belukar rawa berubah menjadi pertanian lahan kering dan sawah, sehingga luas sawah menjadi dua kali lipat.
Lahan pemukiman juga semakin bertambah. Artinya, masyarakat telah menunjukkan itikad baik dengan melakukan upaya meningkatkan nilai tanah.
Dengan jumlah keluarga yang menempatinya diperkirakan lebih dari 25.000 KK, maka mengosongkan wilayah Gunung Balak bukan opsi yang perlu dipertimbangkan.
Jika fungsi hutan lindung yang ingin dipertahankan, mengingat wilayah Gunung Balak sebagai daerah tangkapan air waduk Way Jepara, maka opsi penggunaan teknologi lebih masuk akal.
Sementara itu, rakyat harus diberi kepastian atas hak tanahnya, dengan cara menghapus wilayah Gunung Balak dari peta kawasan hutan dan sertifikasi tanah.
*) Guru Besar Kebijakan Kehutanan, IPB University







Komentar Via Facebook :