https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Kalau Ini Dilakukan, Sawit Rakyat Akan Unggul Dari Malaysia

Kalau Ini Dilakukan, Sawit Rakyat Akan Unggul Dari Malaysia

Direktur Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung. Foto: shot


Jakarta, elaeis.co - Asal tahu saja, pendapatan Malaysia dari luas kebun kelapa sawitnya yang hanya 5,6 juta hektar, masih lebih tinggi ketimbang hasil sawit rakyat Indonesia yang luasnya 6,7 juta hektar.�

Buktinya tahun lalu, Malaysia menggelontorkan devisa sekitar 70 miliar Ringgit Malaysia atau sekitar USD 17 milyar dari hasil minyak sawitnya yang mencapai 20 juta ton.

Sementara sawit rakyat Indonesia hanya bisa mengalirkan devisa sekitar USD8,3 miliar dari hasil 18 juta ton minyak sawitnya.�

"Kalau kita bikin hitungannya, sawit rakyat �Indonesia yang luasnya 1,2 kali luas kebun sawit Malaysia, baru mampu mencetak separuh dari devisa sawit Malaysia," urai Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung saat berbincang dengan elaeis.co, tadi siang.

Pertanyaan yang kemudian muncul, kok bisa begitu?�
"Setidaknya ada dua penyebab utama kenapa sampai begitu. Pertama, produktivitas minyak sawit rakyat Indonesia masih jauh tertinggal ketimbang sawit Malaysia. Produktivitas sawit rakyat Indonesia masih sekitar 2,7 ton minyak perhektar, sementara sawit Malaysia sudah mencapai 3,4 ton minyak perhektar," rinci lelaki 55 tahun ini.�

Kedua, hilirisasi sawit Malaysia lebih maju dari hilirisasi sawit Indonesia. Ini kelihatan dari perbedaan komposisi ekspor sawit Indonesia dan Malaysia.�

Tahun lalu misalnya, komposisi ekspor sawit Malaysia; 13 persen Crude Palm Oil (CPO), 46 persen processed PO dan 40 product based PO.�Sementara Indonesia, 22 persen CPO, 67 persen processed PO dan 11 persen product based PO.�

Oleh perbedaan komposisi ekspor itu, tahun lalu Malaysia kebagian harga per unit ekspor (export price unit) USD 960 perton dan Indonesia hanya USD 678 perton.

Lantas pertanyaan baru yang muncul, akankah hasil sawit rakyat Indonesia bisa mengejar atau malah lebih besar dari Sawit Malaysia?

"Jawabannya bisa. Soalnya dari luasan, kebun sawit rakyat Indonesia sudah juara. Tinggal lagi mengejar dua hal; produktivitas dan hilirisasi yang lebih maju. Memang, mengejar dua hal ini enggak mudah, tapi bukan berarti enggak bisa," ujar Tungkot.

Meningkatkan produktivitas sawit rakyat dari 2,7 ton perhektar menjadi 4 ton perhektar kata lelaki kelahiran Simalungun ini, musti bisa menjadi gerakan bersama petani sawit rakyat.�

Gerakan ini kata Tungkot, caranya cuma dua; peremajaan (replanting) tanaman tua atau yang tidak produktif dan perbaikan Good Agriculture Practice (GAP) kebun existing.�

Kalau untuk peremajaan, sudah ada program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), meski PSR yang ada terkesan setengah hati dan terlalu sedikit.�

Idealnya kata Tungkot, PSR harus mampu meremajakan sekitar 4 persen atau 250 ribu hektar setiap tahun. Cara PSR ini baru berkontribusi pada produktivitas 4-5 tahun kemudian.�

"Cara yang paling cepat mendongkrak produktivitas adalah perbaikan GAP, khususnya pemupukan kebun eksisting yang luasannya lebih dari 80 persen kebun sawit rakyat. Dengan cara ini, dalam tempo 6 bulan sampai 1,5 tahun kemudian, peningkatan produktifitas akan kelihatan," panjang lebar Tungkot mengurai. �

Hanya saja itu tadi, legalitas kebun sawit rakyat yang belum tuntas menjadi kendala peningkatan produktivitas itu, baik secara PSR maupun GAP. �

Cara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menahan-nahan penyelesaian legalitas kebun�sawit rakyat kata Tungkot menjadi penghambat dan kontra produktif dengan peningkatan produktivitas sawit rakyat.�

"Gara-gara masalah legalitas itu, petani menjadi mikir untuk berinvestasi di replanting atau perbaikan GAP. Sebab bisa saja sewaktu-waktu mereka dihantui oleh persoalan legalitas kebun sawit tadi," katanya.

Kejadianya di Malaysia kata Tungkot justru berbanding terbalik. Disana, pemerintah (FELDA) justru hadir langsung menyelesaikan masalah bahkan menyediakan lahan untuk kebun sawit.�

"Kalau misalnya ditanya apakah Menteri LHK Malaysia lebih pintar dan lebih bijak dari Menteri LHK Indonesia? Setahu saya, Menteri LHK Indonesia justru jauh lebih pintar dan bijaksana," Tungkot mengandaikan pertanyaan.�

Terlepas dari apapun itu kata Tungkot, kalau tahun ini urusan legalitas kebun rakyat bisa diberesi Kementerian LHK, dia yakin produktivitas kebun sawit rakyat akan bisa menjadi 4 ton perhektar sebelum tahun 2024.�

"Kalau ini terjadi, produksi sawit rakyat sudah bisa sebesar bahkan melampaui produktivitas sawit Malaysia," Tungkot yakin.


BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :