Berita / Serba-Serbi /
Jeruk dan Karet Dicoba, tapi Sawit yang Sekolahkan Anaknya
Yusna, pekebun sawit swadaya sekaligus orang tua tunggal bagi enam anak yang tinggal di Desa Bandar Tarutung, Kecamatan Angkola Sangkunur, Tapsel. Foto: dok. Koompasia Enviro Institute
Medan, Elaeis.co - Yusna (51) tak dapat membendung tangisnya saat bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai orang tua tunggal (single parent). Pekebun sawit swadaya di Desa Bandar Tarutung, Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, itu harus bekerja keras merawat enam anaknya sekaligus mengurus sawah sepeninggal suaminya yang wafat di tahun 2003.
Momen mengharukan itu terjadi di hadapan peserta Focus Group Discussion (FGD) bertajuk "Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan dalam Rumahtangga Pekebun Sawit Rakyat" yang digelar di Polonia Hotel Medan, Selasa (14/12/2021).
Karena sawah yang dikelola tak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya, Yusna lalu memutuskan untuk mengubahnya menjadi kebun jeruk. Tak memuaskan, beberapa tahun kemudian diganti lagi menjadi kebun karet.
“Karena anak-anak saya makin besar dan butuh biaya kuliah, terpaksa saya ubah lagi kebun karet itu menjadi kebun sawit,” kata Yusna.
Perempuan yang hanya lulusan Madrasah Tsanawiyah atau setingkat SMP ini melakukan strategi yang cukup cerdik saat beralih ke sawit. Dia tanam terlebih dahulu kelapa sawit di sela-sela pohon karet di lahan seluas tiga hektar. Setelah sawitnya memasuki fase tanaman belum menghasilkan (TBM), seluruh pohon karet ditebang. “Sehingga jarak antara penebangan karet ke masa panen perdana sawit tak terlalu jauh, saya masih dapat uang,” jelasnya.
Petani binaan UD Samin pimpinan Hj Megawati dan Koompasia Enviro Institute yang dipimpin Henry Marpaung ini mengaku tak salah menjadikan sawit sebagai pilihan terakhirnya.
“Terbukti setiap 15 hari sekali saya dan anak-anak bisa panen. Hasilnya untuk membiayai dua anak bungsu saya yang kembar dan sisanya saya bagi ke anak-anak yang lain, termasuk yang sudah berkeluarga. Semua anak saya laki-laki,” bebernya.
Ia sangat bersyukur bisa hidup sejahtera dari sawit. Dari awalnya hanya punya lahan tiga hektar, kini Yusna memiliki 18 hektar kebun sawit di Tapsel. Lahan sawit itu pula yang menyekolahkan semua anaknya hingga ke perguruan tinggi. Salah satu anaknya adalah dokter hewan dan mampu menularkan ilmu pembuatan pupuk organik cair (POC) kepada petani sawit lainnya. “Dua orang yang kembar itu masih kuliah,” sebutnya.
Wanita perkasa ini juga cukup bangga karena tiga hektare kebun sawitnya telah mendapatkan sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) berkat bimbingan UD Samin, Koompasia Enviro Institute, dan PTPN III.







Komentar Via Facebook :