https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Janji tak Ditepati Perusahaan, Petani Plasma Blokir Jalan Sawit

Janji tak Ditepati Perusahaan, Petani Plasma Blokir Jalan Sawit

Warga menutup jalan sawit PT HCT di Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin (Banjarmasinpost.co.id/Stanislaus Sene)


Jakarta, Elaeis.co - Panen tak pernah dibayar sesuai kesepakatan hasil bagi, ratusan petani sawit plasma dari Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, menutup akses jalan sawit PT Hasnur Citra Terpadu (HCT).

Perwakilan massa, M Zaini, menjelaskan, selain bagi hasil plasma, mereka juga menuntut pembayaran tali asih hak guna usaha (HGU) dan sertifikat yang dijanjikan seluas 2 hektar namun hanya diberikan 1,5 hektar. “Apa yang dilakukan pihak perusahaan sudah tidak bisa ditolerir. Panen sudah tiga tahun, namun tidak ada pembagian hasil dengan kami,” katanya, seperti dikutip Banjarmasinpost.co.id, kemarin.

Dia mengakui mediasi sudah beberapa kali dilaksanakan, namun tidak pernah ada hasilnya. “Karena yang hadir dari pihak perusahaan bukan pengambil keputusan, padahal ada persoalan krusial yang harus dibahas,” lanjutnya.

Jika tuntutan mereka kali tidak juga direspon, katanya, maka blokade jalan tidak akan berakhir. “Ini merupakan bentuk ketegasan sikap warga menuntut haknya. Sebelum diselesaikan pihak perusahaan, tidak boleh ada kegiatan apapun disini. Jika memang tidak ada penyelesaian sama sekali, maka jalan terakhirnya tanah akan kami tarik kembali dan kami tanami sendiri,” tandasnya.

Kepala Desa Tatakan, Ilham, meminta pihak perusahaan segera menyelesaikan hak warganya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. “Saya juga meminta aktivitas di lokasi perkebunan ini dihentikan sementara, baik oleh masyarakat maupun dari pihak perusahaan sampai adanya kesepakatan penyelesaian antara kedua belah pihak,” katanya.

Menanggapi tuntutan warga, Manager Humas dan Kemitraan PT HCT Setiyono mengatakan, pihak perusahaan telah memberikan penjelasan dan data-datanya sudah diserahkan ke kepala desa. “Untuk masalah ganti rugi lahan, kita mengacu pada ranah hukum saja. Karena yang lebih profesional dalam penyampaian alasan-alasan ada di sana. Kita akan buka data,” katanya.

Menurutnya, perusahaan tidak bisa membuka data saat dilakukan mediasi karena data tersebut merupakan dokumen negara yang tidak bisa diperlihatkan di sembarang tempat. “Yang dituntut masyarakat ada sekitar 1.000 hektar. Sementara yang dianggap masyarakat sebagai penggelapan itu sisa dari sertifikat yang sudah terbit. Sebenarnya tidak ada penggelapan, itu hanya versi masyarakat. Persepsi yang mereka sampaikan menurut saya salah. Tapi ada pihak yang lebih berwewenang yakni hukum, kita akan kembalikan ke sana,” lanjutnya.

Terkait bagi hasil plasma, dia juga warga memahami dengan baik bahwa kondisi di daerah itu tidak sama dengan wilayah lain. “Pembagian hasil plasma bervariasi. Ada yang masa 7-10 tahun sudah bisa dibagi, sementara ada juga yang harus sampai 15 tahun baru bisa dibagi. Kenapa timbul istilah bagi hasil, karena ada hasil jual buah dikurangi biaya panen, dikurangi biaya utang dan masih terdapat sisa. Dan sisa itulah yang akan kita bagi,” bebernya.

Di awal kerja sama, PT HCT berjanji membagi hasil panen ke petani plasma mulai tahun 2017 dengan masa panen 48 bulan. Namun sampai tahun ini janji itu belum direalisasikan.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :