https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Jangankan Kebun Sawit, Kantor Kades pun Masuk Kawasan Hutan

Jangankan Kebun Sawit, Kantor Kades pun Masuk Kawasan Hutan

Pengurus DPW Aspek-PIR Sumut bertemu dengan Kabiro Perekonomian Pemprov Sumut Naslindo Sirait dan sejumlah pejabat terkait membahas persoalan kawasan hutan. Foto: dok. Aspek-PIR Sumut


Medan, elaeis.co - Saat program peremajaan sawit rakyat (PSR) diluncurkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2017, para petani perkebunan inti rakyat (PIR) yang tergabung dalam Koperasi Petani Kelapa Sawit (KPKS) Kesepakatan Ambar Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, menyambutnya dengan suka cita.

"Lalu kami pun mulai ancang-ancang untuk ikut Program PSR di tahun 2018. Sebab, tanaman sawit kami rata-rata sudah tua, tahun tanam 1991 sampai 1994. Semua kebun sawit kami sudah ada sertifikat resmi dari BPN Kanwil Asahan. Proses pendataan dan pemetaan pun kami mulai," kata Syarifuddin Sirait, Ketua KPKS Kesepakatan Ambar di Kantor Gubernur Sumatera Utara (sumut), Selasa (8/3/2022) sore.

Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Aspek)-PIR Sumut ini menyampaikan hal itu saat beraudiensi kepada Kepala Biro Perekonomian Pemprov Sumut, Naslindo Sirait.

Saat itu Syarifuddin didampingi sejumlah pengurus Aspek-PIR Sumut seperti Wakil Sekretaris Aulia Andri MSi, Wakil Bendahara Imamuddin, dan Ketua Bidang Hukum dan HAM Salman Sirait SH.

Sementara Naslindo Sirait didampingi sejumlah pejabat seperti Wakil Ketua PSR sekaligus Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Perkebunan Banua Pane, Kabid Perlindungan dan Penataan Sumberdaya Dinas Perkebunan, Ruth K Tarigan, dan Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan Sumut, Anas Y Lubis.
   
Syarifuddin Sirait mengungkapkan, dari proses pemetaan muncul hasil yang mengejutkan dirinya serta seluruh petani sawit setempat. Kata dia, ada 88 hektar kebun sawit yang sudah mereka usahakan sejak awal tahun 1990-an dinyatakan masuk dalam kawasan hutan.

"Bahkan kantor Kepala Desa Gotting Sidodadi yang berada dalam perkebunan sawit PIR kami dinyatakan masuk dalam kawasan hutan juga. Bayangkanlah, tanah kami sudah bersertifikat yang dikeluarkan oleh unsur pemerintah. Kantor kades pun dibangun pemerintah. Tapi oleh salah satu instansi pemerintah lainnya, semua itu dinyatakan masuk dalam kawasan hutan. Ini sungguh aneh," katanya.

Karena itu ia berharap Pemprov Sumut bersedia membantu menyelesaikan hal ini, terutama dikoordinasikan dengan ATR/BPN dan pihak Dinas Kehutanan Sumut. Sebab, sampai saat ini proses PSR urung mereka jalani karena persoalan kawasan hutan tersebut.

Menanggapi hal itu Naslindo Sirait mempersilahkan Anas Y Lubis dari Dinas Kehutanan untuk menindaklanjutinya. "Tapi kami minta Pak Syarifuddin dan teman-teman di Aspek-PIR Sumut untuk menyiapkan data-datanya agar kami dari Pemprov Sumut bisa menyelesaikan persoalan ini," kata Naslindo.

Anas sendiri menyebutkan, tidak tertutup kemungkinan bagi Dinas Kehutanan Sumut untuk mengubah status dalam kawasan hutan jika pihak petani sawit memiliki data yang kuat dan sah di mata hukum.

Ia mencontohkan kasus lahan di sebuah kabupaten di Sumut yang sempat dinyatakan masuk dalam kawasan hutan. Namun setelah melalui proses yang legal, akhirnya lahan masyarakat itu pun dinyatakan bukan berada dalam kawasan hutan.

"Sebab, waktu itu ternyata masyarakat setempat bisa membuktikan kalau lahan dan kampung mereka itu sudah ada dan dinyatakan sah sebelum Indonesia merdeka," kata Anas.

Ia menambahkan, saat itu masyarakat bisa menunjukan surat keterangan yang diterbitkan dari zaman kolonial Belanda yang menerangkan bahwa itu adalah benar lahan masyarakat kampung itu.

"Ya sudah, akhirnya kawasan mereka tinggal dan bertani dikeluarkan dari kawasan hutan. Begitu juga kalau bapak-bapak yang tergabung dalam Aspek-PIR Sumut bisa meunjukkan dasarnya, maka tak tertutup kemungkinan ada perubahan status kebun sawit bapak-bapak dari sebelumnya dinyatakan masuk dalam kawasan hutan menjadi APL," tegasnya. 


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :