https://www.elaeis.co

Berita / PSR /

Jalan Berliku Hasan Mengurus PSR dengan Keterbatasan Informasi dan Teknologi

Jalan Berliku Hasan Mengurus PSR dengan Keterbatasan Informasi dan Teknologi

Proses replanting kebun sawit Hasan. (Hasan/elaeis)


Jambi, elaeis.co – Petani asal Desa Pamenang Kabupaten Merangin, Jambi bernama Hasan itu tampak gembira menceritakan pengalamannya dalam mengurus program PSR, meski prosesnya diakui lambat namun kesungguhannya melewati setiap tahapan berujung manis.

Dimulai sejak tahun 2021, Hasan yang tergabung dalam Kelompok Tani Usaha Karya beserta 7 organisasi tani macam Poktan, Gapoktan hingga KUD di Merangin mengajukan sejumlah kebun sawit untuk di-replanting lewat program PSR.

Sejumlah kendala pun dialami oleh Hasan dan rekan-rekannya. Mulai dari proses pengajuan permohonan lewat sistem, kepengurusan berkas administrasi, hingga persoalan kriteria untuk dapat diterima dalam program PSR.

"Kalau pengajuan itu, kita dari 2021 tapi waktu itu enggak tembus-tembus. Maklumlah orang dusun. Desember 2022 baru disetujui," kata Hasan bercerita pada Rabu, 18 Oktober 2023.

Sebagai pemula dalam pemohon PSR dan juga proses pengajuan yang serba daring (online). Hasan dan rekan-rekan taninya punya banyak kendala. Jalannya tak mulus namun Hasan tetap teguh.

"Kami ini mencoba untuk menjadi katakanlah sebagai warga negara yang punya hak yang sama. Kok kita di dusun susah dapat (PSR) gitu? Kami coba terobos. Nah karena persyaratan ini semuanya melalui sistem. Jadi di situ kelemahan kami, masyarakat dusun," ujar Hasan.

Hasan bercerita di awal pengajuan, pihaknya melakukan pengajuan PSR dengan cakupan lahan mencapai 200 hektare kebun sawit. Setelah melalui verifikasi di kabupaten, kemudian provinsi, tinggal 60 hektare. Sisanya terganjal oleh regulasi. Namun meski begitu ia tetap bersyukur.

"Alhamdulilahlah walau pun dalam waktu panjang berusaha, baru dapat disetujui pada Desember 2022," katanya.

Menurut Hasan terdapat masalah yang cukup kompleks dalam pengurusan PSR oleh para kelompok tani khususnya petani dusun di sana. Selain akses informasi dan penggunaan teknologi yang minim. Tanaman sawit mereka jauh beda dengan sawit plasma milik petani mitra dengan perusahaan atau petani transmigran.

"Kenapa karena sawit-sawit mereka itu yang ditanami atau bibitnya sudah dari perusahaan. Kebun mereka, lahan dokumen sertifikat jelas, segi tanaman infrastukturnya bagus. Sementara di dusun ini merek tanaman (bibit) karena kami kurang mampu ya enggak pakai bibit unggul. Ya banyaklah yang akhirnya mengganjal di persyaratan yang diwajibkan oleh Dirjenbun," katanya.

Berkat konsistensi mereka dalam berjuang, Hasan mengakui pada akhirnya mereka dapat kemudahan dari pemerintah agar sawit yang masuk kategori sawit gagal, kategori pertumbuhan tidak bagus. Sepanjang punya dokumen persyaratan tanah dan lengkap dokumennya seperti di luar kawasan hutan, dan tak berada dalam HGU perusahaan. Diperbolehkan ikut PSR.

Desember 2022 pun membawa hal baik bagi Hasan dan kawan-kawan. Permohonan pengajuan PSR-nya disetujui oleh Dirjenbun Jakarta dan lanjut ke proses berikutnya. Namun ternyata, ketika lahan sudah siap untuk dilakukan replanting pada Juli 2023, kemarau hebat melanda se-tanah air.

Hasan dan kawan-kawan pun kini harus menunggu musim berganti hujan untuk proses penanaman sawit kembali. Kepada masyarakat yang sedang mengurus PSR, Hasan menitip pesan agar konsisten mengurus pengajuan PSR-nya.

"Saran saya, harus memiliki kemauan yang tinggi untuk mengurus ini," katanya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :