Berita / Kalimantan /
Jadi Biang Konflik, Gubernur Kalteng: Perusahaan Sawit Wajib Berikan Plasma 20%
Penjarahan kebun sawit di Kalteng dipicu tuntutan plasma oleh masyarakat. foto: ist.
Palangka Raya, elaeis.co – Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) H Sugianto Sabran meminta seluruh bupati dan walikota menjaga iklim investasi yang kondusif, termasuk di sektor kelapa sawit. Investasi yang dilakukan oleh para pengusaha dapat membantu pemerintah membuka lapangan kerja, mengurangi angka kemiskinan, membangun SDM, membangun infrastruktur, dan lain-lain.
“Pemprov Kalteng optimis dan mengapresiasi adanya iklim investasi sawit yang baik, dan mendorong agar hasil produksinya berdampak kepada masyarakat sekitar. Antara lain penanganan kesehatan, penyerapan tenaga kerja, pendidikan, infrastruktur hingga peningkatan perekonomian dan kesejahteraan,” jelasnya dalam keterangan resmi MMC Kalteng, Senin (5/2).
Meski kehadirannya sangat diharapkan, Sugianto menegaskan tentang pentingnya perusahaan kelapa sawit di Kalteng untuk memperhatikan masyarakat sekitar wilayah operasional. Sesuai regulasi yang berlaku, katanya, skema Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) mewajibkan perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat atau plasma seluas 20% dari luas HGU yang dikelola.
“Penting bagi perusahaan untuk memberikan plasma 20% kepada masyarakat, hal ini supaya investasi bagi pengusaha perkebunan di Kalimantan Tengah aman dan nyaman, sehingga tidak akan terjadi lagi konflik antara perusahaan dan masyarakat sekitar kebun” tegasnya.
Plt Kepala Disbun Kalteng, Rizky R Badjuri mengatakan, sejauh ini sudah 21 perusahaan perkebunan sawit yang melaksanakan kewajiban plasma tersebut.
"Kami akan terus mendorong agar realisasi plasma oleh korporasi bisa terlaksana. Fenomena penjarahan kebun sawit tentu tidak akan terjadi jika masyarakat sejahtera," tandasnya.
Pihaknya juga akan meningkatkan koordinasi untuk penyelesaian konflik perkebunan kelapa sawit yang terjadi di Kalteng. "Kita ingin tidak ada yang dirugikan. Masyarakat bisa sejahtera dan perusahaan bisa berinvestasi dengan nyaman di Kalteng," tukasnya.
Dia mengakui konflik di sektor perkebunan masih cukup tinggi di Kalteng dan banyak diantaranya dipicu oleh masalah plasma.
"Kami melihat masih perlu dilakukan edukasi tentang kewajiban plasma. Kadang perusahaan memang sudah memberikannya, tapi dengan pola yang lain. Tapi masyarakat belum semuanya mengerti kalau perusahaan yang berdiri di bawah 2007, tidak wajib. Makanya harus dijelaskan duduk masalahnya," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :