https://www.elaeis.co

Berita / Kalimantan /

Jadi Bahan Bakar PLTU, ini Keunggulan Briket dari Tankos Sawit Dibanding Batu Bara

Jadi Bahan Bakar PLTU, ini Keunggulan Briket dari Tankos Sawit Dibanding Batu Bara

Pj Gubernur Kalbar, Harisson, meninjau pabrik briket berbahan tandan kosong kelapa sawit di Semuntai. foto: Prokopim Kalbar


Pontianak, elaeis.co – Industri pengolahan tandan kosong (tankos) kelapa sawit menjadi briket yang berlokasi di Kecamatan Semuntai, Kabupaten Sanggau, menarik perhatian Penjabat Gubernur Kalimantan Barat (kalbar), Harisson. Dia bahkan menyempatkan diri meninjau pabrik tersebut.

“Pabrik ini mengolah limbah tankos sawit menjadi briket, sejenis bahan bakar padat bernilai kalori tinggi yang dapat menjadi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan,” kata Harisson dalam keterangan resmi Prokopim Kalbar dikutip Senin (25/11).

Briket yang dihasilkan dari tankos sawit ini diolah menggunakan mesin khusus. Limbah yang sebelumnya hanya dianggap sampah, kini bermanfaat sebagai sumber energi terbarukan.

Salah satu keunggulan briket adalah mampu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti minyak, gas, dan batu bara, yang jumlahnya terbatas dan tidak terbarukan.

Dari kunjungan itu, Harisson mendapat informasi bahwa briket yang diproduksi oleh pabrik ini memiliki nilai kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan batu bara.

“Satu kilogram pelet dari tankos kelapa sawit ini menghasilkan 4.300 kalori, sementara batu bara hanya sekitar 3.950 kalori per kilogram. Ini menunjukkan bahwa briket dari tandan kosong sawit jauh lebih efisien sebagai sumber energi,” tuturnya.

Briket tersebut kemudian dijual kepada PLN dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp 1.100 hingga Rp 1.900 per kilogram. Keberhasilan ini patut diapresiasi karena mengubah limbah tandan kosong yang biasanya terbuang menjadi sebuah produk energi yang berguna.

Harisson juga mengajak pihak lain, termasuk Perusda Kalbar, untuk meniru model pengolahan briket ini.

“Ini lebih ramah lingkungan karena jika kita terus mengandalkan batu bara, sumber energi fosil kita bisa habis. Oleh karena itu, pengolahan briket dari tandan kosong kelapa sawit ini adalah langkah yang sangat baik untuk menciptakan energi terbarukan yang lebih berkelanjutan,” katanya.

Dia berharap akan semakin banyak pihak yang tertarik untuk mengembangkan industri serupa, sehingga bisa memanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai Co-Firing Biomassa. Hal ini diyakini dapat membantu Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Pemilik pabrik briket PT Elektrika Konstruksi Nusantara, M. Ariyanto mengungkapkan bahwa saat ini pabrik memproduksi sekitar 20 ton briket per hari, yang langsung dikirim ke PLN di Sintang dan Sanggau. Namun, kebutuhan PLN untuk briket mencapai 350 ton per hari. Oleh karena itu, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kapasitas produksi dengan memanfaatkan sumber daya lokal.

“Sejak awal, kami bekerja sama dengan Untan dan telah melakukan riset untuk mengembangkan mesin yang tepat. Kami mengalami banyak kegagalan, namun akhirnya berhasil memodifikasi mesin yang ada hingga menghasilkan briket berkualitas tinggi. Selain itu, penggunaan tandan kosong sebagai bahan baku tidak mencemari udara, yang memberikan manfaat lingkungan yang signifikan,” papar Ariyanto.

Inovasi ini tidak hanya memberikan solusi terhadap permasalahan sampah tandan kosong kelapa sawit, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru di daerah setempat. Harisson berharap, upaya ini akan memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah, mengurangi sampah, serta berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon.

“Penggunaan briket sebagai Co-Firing Biomassa di PLTU dapat menekan emisi karbon dan meningkatkan bauran energi yang lebih ramah lingkungan. Ini adalah langkah konkret untuk mencapai tujuan nasional kita dalam mengurangi emisi karbon dan mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060,” katanya.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :