Berita / Serba-Serbi /
Devisa Meningkat
Ini Permintaan Koalisi Buruh Sawit ke Pemerintah
Seorang pekerja sedang bekerja di perkebunan kelapa sawit. (Sumber Foto: Koalisi Buruh Sawit)
Jakarta, elaeis.co - Industri perkebunan kelapa sawit terbukti memberikan devisa yang besar ke negara. Tercatat, tak kurang dari Rp 300 triliun per tahun yang dihasilkan dari industri sawit.
Bahkan keuntungan ratusan perusahaan perkebunan sawit semakin meningkat setiap tahun, bahkan saat dunia terkungkung dalam situasi pandemi Covid 19.
"Namun, besarnya penerimaan negara dan keuntungan perusahaan sangat kontras dengan kondisi buruh yang bekerja di perkebunan kelapa sawit," kata Zidane, Koordinator Koalisi Buruh Sawit dalam keterangan resmi yang diterima elaeis.co, Selasa (11/5/2022).
Sebagai informasi, Koalisi Buruh Sawit terdiri dari NGO sawit sejumlah organisasi buruh perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah.
Mereka yakni Sawit Watch, Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (Serbundo), Serikat Pekerja Sawit Indonesia (SEPASI), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSB), dan Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kata Zidane, saat ini buruh perkebunan sawit berada dalam kondisi kerja yang eksploitatif, upah murah, status hubungan kerja rentan, dan minim perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Pihaknya melihat kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa perubahan mendasar. Karena itu pihaknya meminta pemerintah Indonesia untuk melihat kondisi buruk itu sebagai problem yang harus diselesaikan melalui dukungan kebijakan.
Yang membuat mereka heran, pemerintah malah menetapkan UU Cipta Kerja yang menghilangkan sejumlah kepastian yang selama ini sudah melekat di kehidupan buruh seperti kepastian kerja, upah, perlindungan sosial, dan layanan kesehatan.
"UU Cipta Kerja sangat tidak melindungi buruh. Dengan UU Cipta Kerja perusahaan kapan saja bisa mem-PHK buruh dengan alasan rugi dan kemudian memberikan pesangon yang kecil," kata Zidane.
Koalisi Buruh Sawit, ujar Zidane, menegaskan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja sama sekali tidak memenuhi kebutuhan buruh atas kepastian kerja, kepastian upah, perlindungan sosial dan hidup layak.
Mereka lalu mengingatkan pemerintah soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai cacat formil dan inkonstitusional bersyarat.
MK juga meminta pemerintah menangguhkan segala kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
"Namun, putusan MK tidak berlaku di lapangan. Sejumlah perkebunan sawit menggunakan PP Cipta Kerja merespon tuntutan buruh," katanya. Pihaknya pun semakin heran melihat sikap DPR yang melalui Badan Legislasi (Baleg) berniat merevisi UU CK itu.







Komentar Via Facebook :