Berita / Nusantara /
Ini Dua Resiko Besar tak Memperpanjang Moratorium Sawit
Perkebunan kelapa sawit berbatasan dengan tutupan hutan alam (Republika)
Jakarta, Elaeis.co - Indonesia dihadapkan pada dua resiko besar jika tidak memperpanjang moratorium sawit. Selain terancam oleh pelemahan harga sawit dan ekspor, kecaman dunia internasional terutama aktivis lingkungan hidup sudah menanti di depan mata.
Andrian Bagus Santoso, Industry Analyst Bank Mandiri, mengatakan, perpanjangan moratorium akan menguntungkan Indonesia karena kebijakan tersebut bisa semakin melambungkan harga sawit. Perpanjangan akan menjadi sentimen penopang harga CPO yang kini masih tinggi.
“Kalau diperpanjang, kan ke depan supply-nya relatif terjaga karena tidak ada perkebunan besar yang ditambah atau dibuka,” kata Andrian dikutip Katadata.co.id.
Kebijakan moratorium sawit yang tertuang dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2018 sudah berakhir 19 September lalu, namun hingga kini pemerintah belum memberi kepastian apakah aturan penghentian ekspansi perkebunan kelapa sawit itu akan dilanjutkan atau tidak.
Menurut Adrian, andai moratorium dihentikan dan aturan konversi hutan menjadi kebun sawit diperlonggar seperti semula, maka akan menjadi sentimen negatif ke harga minyak sawit. “Harga akan terkoreksi karena ke depannya supply CPO akan bertambah,” katanya.
Indonesia merupakan produsen dan eksportir terbesar minyak sawit dunia. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor lemak dan minyak hewan/nabati, di mana mayoritasnya merupakan CPO, pada Agustus mencapai US$4,05 miliar atau naik 61,6% dibandingkan bulan sebelumnya. Besarnya ekspor CPO melambungkan ekspor Indonesia secara keseluruhan di bulan Agustus yakni US$21,42 miliar, rekor tertinggi dalam sejarah Indonesia. Selama periode Januari-Agustus, ekspor kelompok tersebut menembus US20,64 miliar atau naik 70% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Menurut data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), harga CPO untuk pengiriman bulan November berada di kisaran US$1.200/metrik ton. Harga ini jauh lebih tinggi dibandingkan November 2020 yang berada di kisaran US$800/metric ton. Harga CPO sempat terkoreksi ke level US$500/metrik ton setelah pandemi Covid-19 melanda dunia di Maret. Namun, harga kembali naik memasuki kuartal III tahun 2020.
Harga sawit diperkirakan akan merangkak lagi menjelang November mendatang mengingat India sebagai importir terbesar akan merayakan Diwali dan negara-negara Eropa akan memasuki musim dingin.
Kepala ekonom PT Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro juga mengingatkan harga CPO bisa terkoreksi jika pemerintah memutuskan untuk tidak memperpanjang moratorium. Penghentian moratorium berarti Indonesia mengirimkan sinyal kepada dunia sudah siap menambah pasokan CPO. Dengan pasokan yang semakin banyak, maka harga CPO bisa kembali turun. Padahal, harga yang tinggi bisa menjadi penopang kehidupan bagi sekitar empat juta pekerja di sektor tersebut. Harga CPO yang tinggi juga akan menguntungkan Indonesia karena bisa mendongkrak devisa.
“CPO sudah menjadi jangkar bagi neraca perdagangan dan (stabilitas) rupiah di tengah kekhawatiran Taper Tantrum. Industri CPO juga memegang kunci dalam pemulihan ekonomi karena menghidupi empat juta pekerja,” tutur Satria.
Satria memperkirakan Indonesia akan melanjutkan moratorium sawit karena sejumlah alasan. Selain persoalan harga, Indonesia akan menghadapi kritikan pedas dari dunia internasional, terutama aktivis lingkungan jika moratorium tidak diperpanjang.
“Indonesia tengah menghadapi isu lingkungan hidup terutama dengan Amerika Serikat dan Eropa. Membuka kembali perizinan perluasan sawit bisa memicu reaksi internasional,” tuturnya.
Adrian berharap pemerintah segera mengambil keputusan apakah akan melanjutkan moratorium sawit atau tidak. Menurutnya, kepastian tersebut sangat diperlukan oleh dunia usaha.
“Pemerintah juga harus mengevaluasi hasil moratorium yang sudah berjalan selama tiga tahun. Kalau tujuannya belum tercapai, ya sebaiknya dilanjutkan. Dilihat lagi apakah dengan moratorium tata kelola menjadi lebih baik. Konsekuensinya juga dilihat lagi andai moratorium tidak dilanjutkan,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :