https://www.elaeis.co

Berita / Iptek /

Indonesia Produsen Sawit Terbesar, tapi Royalti Riset dan Hak Paten Milik Asing

Indonesia Produsen Sawit Terbesar, tapi Royalti Riset dan Hak Paten Milik Asing

Baju anti peluru dari tandan kosong kelapa sawit, salah satu hasil riset peneliti IPB University. Foto: Setjen DPD RI


Jakarta, elaeis.co - Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia (FMIPA UI) menggelar MIPAtalk Series 9 bertajuk “Innovation in Palm Oil Industry Makes Indonesia Leads in Fulfilling the World’s Energy Crisis”. Di forum ini dibahas peluang inovasi pada industri sawit untuk mendukung program ketahanan pangan dan penyediaan energi.

MIPAtalk Series adalah salah satu kegiatan rutin unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPM) sejak Mei 2020. Dekan FMIPA UI, Dede Djuhana PhD, berharap kegiatan ini dapat menjadi sarana berbagi pengetahuan terkait sawit serta tantangan yang dihadapi.

“FMIPA UI merupakan garda terdepan dalam sains. Kita mungkin bagian terkecil dalam pengembangan industri sawit, tetapi kita bisa memberikan kontribusi yang besar untuk bangsa Indonesia,” kata Dede lewat keterangan resmi UI.

Kepala Unit Kerja Khusus Lembaga Sains Terapan (LST) FMIPA UI, Prof Dr Jatna Supriatna, menilai topik tersebut penting mengingat lebih dari 50 % produksi minyak sawit dunia berasal dari Indonesia. Sayangnya, royalti untuk hasil riset kelapa sawit dari Indonesia sangat kecil karena mayoritas hak paten adalah milik asing.

“FMIPA UI harus terlibat dalam riset dan inovasi mengenai kelapa sawit. Ini merupakan tantangan, kita harusnya bisa. Sumber daya ada, sarana ada, ilmunya ada, tinggal kita satukan tim-tim kita. LST akan mencoba untuk memfasilitasinya” kata guru besar Departemen Biologi FMIPA UI itu.

Executive Director Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat M Sinaga, yang tampil sebagai pembicara menjelaskan bahwa industri sawit Indonesia yang ada sejak 1848 mengalami banyak tantangan dan perkembangan. Tantangannya berkaitan dengan dampak negatif terhadap alam dan kesehatan, sedangkan perkembangannya dapat dilihat terutama di bidang pengolahannya. 

Pada umumnya minyak sawit diolah melalui proses sterilisasi basah (wet-process) dengan menggunakan uap. Namun, kandungan alami sawit berupa karotenoid (provitamin A), tocopherol dantocotrienol (vitamin E), serta fitosterol (penurunan kolesterol), bisa rusak akibat proses produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) secara konvensional.

PT Nusantara Green Energi (NGE) bersama para peneliti lantas memperkenalkan proses pengolahan minyak sawit melalui “dry-process” atau steamless di Batanghari, Jambi.

 

"Jika sterilisasi dihilangkan dan diganti dengan dry-process, minyak sawit akan lebih aman dan sehat. Kandungan yang bermanfaat dari minyak sawit terjaga sehingga menjadi nilai tambah," sebutnya.

Selain jadi minyak goreng dan bahan bakar alternatif, CPO juga dapat dikembangkan menjadi produk lainnya seperti kosmetik, parfum, detergen, cat, bahkan produk di bidang farmasi. 

“Makin dikembangkan teknologi, inovasi produk, dan aplikasinya, nilai tambah sawit naik hingga enam kali lipat. Masih banyak potensi yang belum digarap dan digali dari sawit mulai dari hulu hingga ke hilir. Kami berharap UI dapat bersama-sama menjadi corong dari riset-riset sawit di Indonesia,” tukasnya.

Tawaran itu langsung disambut. FMIPA UI dan PT NGE lantas menyepakati kerja sama mengembangkan green energy berbasis sawit. Riset-riset dan inovasi akan dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah minyak sawit.

“Indonesia adalah eksportir sawit terbesar dunia. Sungguh disayangkan jika riset sawit kebanyakan justru datang dari luar negeri seperti Malaysia dan Perancis. Inilah waktu kita. Let’s bring this world to fit the world!” kata Wakil Dirut PT NGE, Petrus Chandra.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :