https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Indonesia Menang Sengketa di WTO, Begini Tanggapan Pengusaha Sawit

Indonesia Menang Sengketa di WTO, Begini Tanggapan Pengusaha Sawit

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono. foto: ist.


Jakarta, elaeis.co - Indonesia memenangkan gugatan terkait diskriminasi dagang produk sawit dan biofuel oleh Uni Eropa (UE) di World Trade Organization (WTO). Panel WTO, melalui laporan yang disirkulasikan pada 10 Januari 2025, memutuskan bahwa UE melanggar aturan perdagangan internasional.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menilai putusan itu yang menguntungkan Indonesia dan menjadi kemenangan penting bagi industri kelapa sawit Indonesia yang selama ini dirugikan oleh kebijakan diskriminatif UE.

Dia menjelaskan, putusan Panel WTO menyatakan UE tidak dapat secara sepihak menetapkan kebijakan tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan negara-negara yang terkena dampak, termasuk Indonesia. Kebijakan yang dimaksud adalah Arahan Energi Terbarukan (RED II), yang menetapkan kriteria untuk biofuel berbasis kelapa sawit sebagai produk yang berisiko tinggi terhadap emisi gas rumah kaca akibat konversi lahan dan deforestasi.

"WTO menyampaikan bahwa setiap membuat kebijakan, mestinya UE harus membicarakan terlebih dahulu dengan negara yang terkena dampaknya," kata Eddy kepada elaeis.co, Senin (20/1).

Dengan keluarnya putusan WTO ini, menurutnya, pemerintah harus segera menyiapkan langkah untuk menindaklanjutinya. "Indonesia bisa saja mengambil langkah untuk kembali berbincang dengan UE. Seperti yang dilakukan Malaysia dalam menindaklanjuti putusan WTO," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga harus terus memantau apakah UE mengajukan banding atas putusan tersebut dalam waktu dua bulan ke depan. "Kalau tidak diajukan banding, laporan tersebut harus diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO," sebutnya.

Jika sudah diadopsi, keputusan Panel WTO akan mengikat antara Indonesia dan UE sehingga UE harus mengambil langkah-langkah untuk menghormati kewajibannya di WTO.

"Para pihak biasanya mencoba menyepakati jangka waktu yang wajar bagi Anggota WTO yang membela untuk mematuhinya. Jika tidak dapat disepakati, hal ini akan diputuskan oleh seorang arbitrator. Sebaiknya duduk bersama lagi, dan ekspor Indonesia ke EU tetap bisa berjalan," tukasnya.

Sengketa ini diajukan Indonesia ke WTO pada Desember 2019 lalu karena merasa minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis tanaman kelapa sawit mendapat perlakuan diskriminasi oleh UE. Konsultasi yang diadakan di WTO antara UE dan Indonesia gagal menyelesaikan sengketa. Lalu WTO membentuk panel pada Juli 2020.

Masalah yang sama juga disengketakan Malaysia di WTO. Sengketa tersebut disidangkan oleh panel yang sama dengan Indonesia. Putusan panel atas sengketa yang diajukan Malaysia telah diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO pada 26 April 2024.
 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :