https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Indonesia Bakal Tetapkan Harga CPO Sendiri, Begini Tanggapan Pengamat

Indonesia Bakal Tetapkan Harga CPO Sendiri, Begini Tanggapan Pengamat

Ilustrasi-truk pengangkut TBS kelapa sawit. (Dok Elaeis)


Pekanbaru, elaeis.co - Beragam tanggapan muncul seiring rencana pemerintah Indonesia akan menetapkan harga CPO secara mandiri. 

Rencananya kebijakan yang akan dijalankan oleh Kementrian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Indonesia (Bappebti) itu akan diterapkan pada awal Juni 2023 mendatang.

Dari kacamata Pengamat Ekonomi Universitas Riau (UNRI) Dahlan Tampubolon, sudah sepantasnya Indonesia memiliki pasar komoditi CPO sendiri. Sehingga tidak hanya mengacu pada pasar komoditi CPO negara lain.

"Produsen CPO dan olahan sawit terbesar di dunia adalah Indonesia, jadi sudah selayaknya Indonesia menentukan harga CPO sendiri," jelasnya saat berbincang bersama elaeis.co, Selasa (31/1).

Menurutnya, Malaysia walaupun bukan negara penghasil CPO terbesar dunia, sudah sejak lama telah memainkan peranan terpenting dalam bursa CPO. Selain pernah menjadi negara penghasil CPO terbesar, juga kepercayaan pembeli terhadap pasar berjangka Malaysia sudah tersematkan.

"Saya sangat mengapresiasi keinginan Menteri Perdagangan untuk membuat harga acuan sendiri, sehingga bisa memainkan peranan yang lebih penting dalam dunia perkelapasawitan global," imbuhnya.

Kemudian untuk kepentingan domestik katanya, harga CPO yang lebih baik akan memberikan keuntungan tersendiri bagi produsen CPO dan produk sawit. Dimana dampaknya akan meningkatkan harga TBS di tingkat petani.

Kendati begitu, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan harga CPO sendiri melalui pasar berjangka Indonesia.  Selama ini acuan dunia yang paling kredibel adalah harga Rotterdam dan Kuala Lumpur. 

Pasar berjangka di Indonesia harus menyesuaikan patokan harga di kedua pasar tersebut agar kepercayaan pembeli komoditi tetap terjaga sehingga dalam jangka panjang pasar komoditi CPO Indonesia bisa menjadi salah satu acuan harga perdagangan global.

"Bagi produsen Indonesia, pengalaman selama ini harga acuan domestik selalu memiliki gap yang jauh dibandingkan dengan harga di kedua pasar global tadi. Harga Ahad dan Isnin kemarin, harga domestik dari KPBN hanya sebesar Rp. 11.690/kg. Sedangkan harga Kuala Lumpur sudah mencapai Rp13.693/kg," kata dia.

"Apalagi jika dibandingkan harga Rotterdam yang mencapai Rp14.855/kg.  Bagi konsumen, harga acuan domestik melalui KPBN tentu lebih menarik dibandingkan kedua pasar global, namun bagi produsen apalagi petani, harga KPBN tentunya kurang memberikan keuntungan yang lebih baik," paparnya.

Selanjutnya, jika Indonesia akan mendirikan pasar komoditi CPO sendiri, perlu melihat tujuan utamanya, apakah hanya untuk meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia di pasar dunia atau meningkatkan penerimaan produsen domestik. 

"Diharapkan dengan adanya pasar berjangka Indonesia, produsen domestik bisa lebih baik keadaanya, terutama para petani yang jumlahnya sangat besar dan menopang ekonomi pedesaan di Indonesia," pungkasnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :