Berita / Nasional /
India dan AS Berebut CPO, Surplus Perdagangan RI Melonjak Jadi US$ 4,3 Miliar
Menteri Perdagangan Budi Santoso. foto: Humas
Jakarta, elaeis.co – Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan kinerja memuaskan sepanjang Mei 2025. Di tengah gejolak global yang belum reda, justru sinyal positif datang dari sektor ekspor.
Kemarin, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengumumkan lonjakan surplus perdagangan Indonesia yang menembus angka fantastis yakni US$ 4,30 miliar. April 2025, surplus tercatat hanya sebesar US$ 0,16 miliar.
Dengan capaian ini, Indonesia resmi mencetak rekor surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Secara akumulatif, sepanjang Januari–Mei 2025, total surplus mencapai US$ 15,38 miliar, jauh melampaui capaian tahun lalu pada periode yang sama sebesar US$ 13,06 miliar.
Permintaan global yang kembali menghangat, terutama dari mitra dagang besar seperti Amerika Serikat (AS) dan India, menjadi kunci kinerja positif tersebut.
“Surplus Mei ini terutama didorong oleh lonjakan ekspor nonmigas yang menembus US$ 5,83 miliar. Kontribusi terbesar berasal dari Amerika Serikat (US$ 1,86 miliar), disusul India (US$ 1,32 miliar),” kata Mendag Budi, Senin (7/7).
Permintaan terhadap minyak kelapa sawit (CPO) jadi sorotan utama. India dan AS, dua pasar besar dengan populasi dan industri pengolahan yang sangat masif, sama-sama mengincar pasokan CPO Indonesia yang terkenal efisien dan berkualitas tinggi. Rebutan ini pun mengerek harga dan volume ekspor CPO ke level yang lebih tinggi.
“Produk unggulan seperti CPO kita jelas punya posisi tawar tinggi. India dan Amerika terus meningkatkan permintaan mereka,” tambahnya.
Di balik permintaan itu, terdapat faktor geopolitik dan kelangkaan pasokan minyak nabati dari negara pesaing seperti Malaysia dan Ukraina, yang membuat Indonesia makin dominan.
Ekspor Indonesia pada Mei 2025 pun melonjak tajam. Nilai totalnya menyentuh US$ 24,61 miliar, naik 18,66 persen dibanding bulan sebelumnya, dan tumbuh 9,68 persen secara tahunan. Kenaikan terbesar ada pada sektor nonmigas, yang naik 20,07 persen. Sementara ekspor migas justru turun 4,99 persen.
Secara sektoral, industri pengolahan masih jadi raja dengan kontribusi 84,07 persen, disusul pertambangan (13,23 persen) dan pertanian (2,70 persen). Meski porsinya kecil, sektor pertanian mencatat lonjakan tertinggi secara bulanan, yaitu 32,16 persen.
Tiga komoditas yang paling mencolok dari sisi pertumbuhan adalah logam mulia dan perhiasan (naik 86,30 persen), lemak dan minyak nabati termasuk CPO (42,08 persen), serta mesin dan peralatan mekanis (39,35 persen).
Dari sisi negara tujuan, Tiongkok, AS, dan India masih menjadi langganan ekspor utama, menyerap 41,75 persen dari total ekspor nonmigas. Sementara itu, lonjakan ekspor terbesar secara bulanan dicatat oleh Italia (78,50 persen), Australia (54,53 persen), dan Korea Selatan (36,76 persen).
Total ekspor Indonesia sepanjang lima bulan pertama 2025 tercatat US$ 111,98 miliar, naik 6,98 persen. Ekspor nonmigas tumbuh 8,22 persen, sedangkan ekspor migas masih lesu dengan penurunan 11,26 persen.
Budi menegaskan, pemerintah akan terus mendorong diversifikasi ekspor ke pasar-pasar nontradisional, sambil meningkatkan ekspor bernilai tambah. “Kita tidak hanya bicara volume, tapi juga nilai tambah. Indonesia harus jadi pemain utama di rantai pasok global,” tegasnya.







Komentar Via Facebook :