Berita / Nasional /
IEU-CEPA Dinilai Tidak Untungkan Sawit Jika EUDR Tetap Berlaku
Ilustrasi
Jakarta, elaeis.co – Rampungnya perjanjian dagang Indonesia dan Uni Eropa melalui skema Indonesian-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) belum tentu membawa angin segar bagi sektor kelapa sawit nasional.
Hal ini ditegaskan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono. Menurutnya, komoditas unggulan berbasis hutan Indonesia masih diselimuti ancaman serius dari regulasi deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation Regulation (EUDR).
Menurut Eddy, meskipun IEU-CEPA mampu membuka peluang penghapusan tarif bea masuk untuk produk sawit dan turunannya, namun hambatan non-tarif berupa EUDR justru menjadi batu sandungan utama yang belum terselesaikan.
“Kalau EUDR masih diberlakukan secara ketat tanpa kompromi, maka IEU-CEPA hanya akan jadi formalitas. Tarif boleh nol persen, tapi barangnya tetap bisa tertahan di pelabuhan Eropa,” ujarnya, Senin (14/7).
Seperti diketahui, EUDR mewajibkan semua produk pertanian dari luar Uni Eropa memiliki bukti ketelusuran (traceability) hingga ke sumber lahan. Artinya, produk seperti minyak sawit, kakao, kopi, hingga kayu harus dibuktikan tidak berasal dari kawasan hutan yang ditebang setelah akhir 2020.
Indonesia saat ini masih dikategorikan sebagai negara risiko sedang (medium risk), di mana 3% produk ekspor harus melalui uji kelayakan (due diligence). Namun GAPKI mengingatkan, jika status ini meningkat menjadi risiko tinggi, beban pemeriksaan naik hingga 9%, yang tentu berdampak pada biaya dan efisiensi.
Di sisi lain, Data GAPKI menunjukkan tren penurunan ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia ke Uni Eropa dalam lima tahun terakhir. Dari angka 5,7 juta ton di tahun 2018, ekspor anjlok ke 4,1 juta ton pada 2023, dan diprediksi menyusut lagi ke kisaran 3,3 juta ton pada 2024.
Faktor utama penurunan ini antara lain kebijakan Eropa soal biodiesel, serta EUDR yang dibuat sejak akhir 2023.
“Amerika Serikat justru meningkat penyerapan CPO kita. Tapi di Eropa, mereka makin memperketat aturan, padahal pasarnya sangat potensial,” jelasnya.
Selain menyoroti EUDR, GAPKI juga mendorong pemerintah memperkuat upaya diversifikasi pasar ekspor. Negara seperti Mesir, India, dan China dinilai potensial sebagai hub distribusi produk sawit Indonesia ke pasar-pasar lanjutan seperti Eropa Timur dan Afrika.
“Kalau kita terlalu bergantung pada Uni Eropa, kita akan terus ditekan. Diversifikasi dan peningkatan produktivitas dalam negeri adalah kunci,” pungkas Eddy.







Komentar Via Facebook :