Berita / Nasional /
Hilirisasi Sawit Bisa Berbasis Koperasi, KSMJ Tumbuh dari Petani
Asisten Deputi Pengembangan Produksi Kemenkop, Elviandi, menyebut baik pembentukan KSMJ. Dok. Istimewa
Jakarta, elaeis.co - Industri kelapa sawit kerap identik dengan perusahaan besar yang menguasai rantai produksi hingga hilir. Namun, sebuah langkah baru sedang ditempuh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) untuk membalik keadaan.
Melalui pembentukan Koperasi Sekunder Karya Sawit Mandiri Jaya (KSMJ), para petani sawit yang tergabung dalam tujuh koperasi primer kini memiliki wadah yang lebih kuat untuk masuk ke industri pengolahan sawit.
KSMJ yang membawahi lahan sawit seluas 6.000 hektare ini ditargetkan menjadi penggerak utama pembangunan pabrik crude palm oil (CPO) berbasis koperasi.
Bukan hanya sekadar konsolidasi, keberadaan koperasi sekunder ini diharapkan bisa menjadi model hilirisasi sawit yang lahir dari desa, tumbuh bersama petani, dan memberi nilai tambah yang lebih merata.
Asisten Deputi Pengembangan Produksi Kemenkop, Elviandi, menyebut pembentukan KSMJ sebagai strategi kunci pemerintah untuk memperkuat peran Koperasi Desa dan Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih dalam rantai pasok industri sawit nasional.
“Kita ingin koperasi desa bisa masuk ke industri hilirisasi sawit secara berkelanjutan, sehingga petani dapat nilai tambah lebih besar,” ujarnya, Senin (29/9).
Ada empat langkah strategis yang digagas Kemenkop untuk menopang hilirisasi sawit berbasis koperasi ini.
Pertama, peningkatan kapasitas produksi lewat pemanfaatan teknologi pengolahan tepat guna. Tujuannya agar produk KopDes/Kel Merah Putih tidak berhenti di level bahan mentah, melainkan bisa menghasilkan produk turunan sawit bernilai tinggi.
Kedua, penguatan kapasitas manajerial koperasi dengan pendampingan usaha. Fokus awal diarahkan pada koperasi di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang diproyeksikan sebagai pusat percontohan.
Ketiga, digitalisasi koperasi. Saat ini, dari 94 KopDes/Kel Merah Putih yang tercatat, masih ada 21 koperasi yang belum terdaftar dalam Sistem Informasi Koperasi Desa (Simkopdes). Padahal, keikutsertaan dalam sistem ini menjadi pintu masuk penting untuk mengakses pembiayaan maupun pasar.
Keempat, rencana bisnis berbasis potensi desa. Setiap koperasi didorong untuk menyusun proposal usaha sesuai kondisi wilayah masing-masing. Dukungan tambahan akan datang dari LPDB, organisasi mitra seperti Agriterra, serta pemerintah daerah.
“Semua pihak bisa bersama-sama mendorong KSMJ menjadi salah satu piloting program hilirisasi berbasis sawit di tingkat desa,” tegas Elviandi.
Kemenkop juga menyoroti pentingnya standarisasi mutu produk KopDes/Kel Merah Putih. Dengan standar yang jelas, produk koperasi tidak hanya siap bersaing di pasar domestik, tapi juga berpotensi masuk ke jaringan distribusi yang lebih luas.
“Ini semua sebagai upaya mendorong perkembangan usaha KopDes Merah Putih melalui hilirisasi komoditas unggulan di Kabupaten Kotawaringin Barat,” lanjut Elviandi.
Bagi petani, langkah ini lebih dari sekadar program pemerintah. Selama ini, mereka hanya bisa menjual tandan buah segar (TBS) kepada pabrik besar dengan margin keuntungan terbatas. Dengan hadirnya KSMJ, terbuka peluang agar petani ikut menikmati nilai tambah dari hasil olahan sawit.
Hilirisasi berbasis koperasi juga membawa pesan simbolis: bahwa industri sawit tidak melulu dimonopoli korporasi. Petani bisa menjadi pemain, bukan sekadar pemasok. Dari desa, dari koperasi, sebuah pabrik CPO berbasis rakyat kini mulai dirintis.
KSMJ pun hadir sebagai bukti nyata bahwa hilirisasi sawit bisa tumbuh dari petani, untuk petani, lewat koperasi. Langkah kecil ini diharapkan menjadi fondasi besar bagi kemandirian ekonomi desa dan penguatan posisi petani sawit di masa depan.







Komentar Via Facebook :