Berita / Nasional /
Heboh Sawit Dalam Kawasan Hutan, Petani Mengaku Siap Patuh Tapi Tuntut Keadilan
Wakil Ketua Umum SAMADE, Abdul Aziz dalam FGD Menakar Pansus Konflik Agraria dalam Perspektif Klaim Kawasan Hutan.
Bogor, elaeis.co – Polemik kebun sawit rakyat yang terlanjur berada di dalam kawasan hutan kembali mengemuka. Terbitnya Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan memicu kegelisahan baru, terutama karena nasib jutaan hektare kebun sawit rakyat hingga kini belum juga menemukan jalan penyelesaian.
Dalam Forum Group Discussion (FGD) Menakar Pansus Konflik Agraria dalam Perspektif Klaim Kawasan Hutan, Kamis, 27 November 2025 di Bogor, Jawa Barat ini berbagai organisasi petani sawit menyampaikan kegundahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun.
FGD ini menghadirkan Forum Petani Sawit, SAMADE, Aspek-PIR, SPKS, Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan–Pertanahan Riau, bekerja sama dengan Pusat Studi Sawit IPB dan Pusat Studi Agraria.
Forum Petani Kelapa Sawit (FPKS), yang juga Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR, Setiyono mengungkapkan masalah utama bukan pada aturan, melainkan pada kepastian.
Saat ini sekitar 3,7 juta hektare kebun sawit rakyat masih tersangkut dalam klaim kawasan hutan, baik itu HPT, HPK, hingga hutan lindung.
Bahkan berulang kali mereka menyampaikan keluhan ke DPR RI, DPD RI, kementerian teknis, sampai Komnas HAM, namun jawaban di lapangan belum terlihat jelas.
"Para petani sebenarnya menaruh harapan besar pada UU Nomor 6/2023 tentang Cipta Kerja, yang disebut-sebut sebagai jalan keluar lewat skema Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan (PPTKH/PKH). Namun banyak permohonan petani justru tak diakui atau mandek dalam proses birokrasi," Setiyono.
Kekecewaan juga muncul soal lahan sitaan yang disebut diserahkan ke BUMN Agrinas, namun pada praktiknya justru disebut dikerjasamakan (KSO) dengan pihak lain. Hal ini membuat petani mempertanyakan konsistensi kebijakan negara.
Sejumlah perwakilan petani menegaskan hal yang cukup menarik dalam forum tersebut. Mereka sama sekali tidak menolak jika kawasan itu benar-benar ingin dikembalikan menjadi hutan. Namun, mereka menuntut agar kebijakan itu dijalankan dengan adil dan transparan.
Petani yang sudah puluhan tahun mengelola lahan tidak boleh tiba-tiba dirugikan tanpa solusi yang jelas. Mereka juga mengkritik praktik penunjukan kawasan hutan yang hanya terjadi di atas peta, sementara di lapangan justru terlihat dikelola untuk kepentingan bisnis.
“Kami menuntut keadilan yang sederhana saja, kalau kawasan itu harus jadi hutan, kami siap patuh. Tapi jangan biarkan rakyat kecil jadi korban aturan yang tidak jelas,” kata Setiyono.







Komentar Via Facebook :