https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Harus Diubah, Paradigma terhadap Limbah Cair Kelapa Sawit

Harus Diubah, Paradigma terhadap Limbah Cair Kelapa Sawit

Para pembicara public hearing. Foto: Taufik Alwie


Jakarta, elaeis.co - Paradigma terhadap limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) atau  palm oil mill effluent (POME) harus diubah secara fundamental. Dari anggapan sebagai limbah berbahaya seperti yang berlangsung selama ini, diubah menjadi limbah yang memiliki banyak manfaat dengan nilai ekonomi yang tinggi.

Karena itu pemerintah selaku regulator dipandang perlu diberikan masukan berharga berbasis kajian ilmiah agar dijadikan pijakan yang tepat dalam membuat regulasi yang sangat diharapkan dapat mendukung dan mendorong pemanfaatan LCPKS secara luas, optimal, dan berkelanjutan.

Begitulah antara lain kesimpulan spesifik yang bisa ditarik dari Public Hearing bertajuk “Penyempurnaan Kebijakan Peraturan Pengelolaan/Pemanfaatan LCPKS Secara Optimal dan Berkelanjutan” yang berlangsung di IPB International Convention Center, Botani Square, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu, 5 Februari 2025.

Salah satu pembicara, Dimas Haryo Pamungkas, S.Si., M.M., peneliti senior dari Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), bahkan secara lugas menyebut paradigma penanganan limbah LCPKS/POME saat ini sudah harus digeser.

“Limbah ini tidak dapat dikatakan lagi sebagai sumber pencemaran lingkungan, sebab dapat dimanfaatkan dan punya nilai ekonomi yang tinggi,” ucapnya ketika berbicara dalam forum penting tersebut.

Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Pusat Kajian, Advokasi dan Konservasi Alam (PUSAKA KALAM) selaku Ketua Panitia Public Hearing, Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA, IPU, menekankan pula pentingnya perubahan mindset selama ini terhadap LCPKS.

“Dari menganggap   LCPKS sebagai limbah yang berbahaya, menjadi LCPKS sebagai sumberdaya yang memiliki multi-manfaat, baik secara ekonomi, ekologi/lingkungan maupun sosial,” kata Yanto saat menyampaikan laporannya.

Upaya penyempurnaan naskah akademik

Diskusi publik yang diselenggarakan  PUSAKA KALAM ini merupakan kelanjutan dari Focus Group Discussion (FGD) pada 20 November 2024 dengan tema “Permasalahan dan Strategi Penanganan LCPKS".

Diskusi publik itu juga dimaksudkan sebagai ajang untuk menyempurnakan substansi naskah akademik yang telah dibuat, berjudul “Pengelolaan LCPKS Secara Optimal dan Berkelanjutan”.

Naskah akademik itu sendiri diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah yang valid bagi upaya penyempurnaan kebijakan dan regulasi terkait pengelolaan LCPKS, sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan  kemudahan bagi pemanfaatannya secara lebih luas.

Karena itu tidak mengherankan jika pembicara dan penanggap yang tampil berasal dari berbagai latar belakang yang mumpuni di bidangnya. Mereka adalah Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr. (Peneliti PUSAKA KALAM), dan Prof. Dr. Ir. Erliza Hambali, M.Si. (Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB).

Kemudian ada  Dr. Sadino, S.H., M.H. (pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia), Dra. Harni Sulistyowati (Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda, Kementerian Lingkungan Hidup), serta Dimas Haryo Pamungkas, S.Si., M.M., peneliti senior dari Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS).

Para peserta pun, sekitar 150 orang, berasal dari beragam kalangan, seperti  akademisi, peneliti, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pertanian, praktisi industri, dan perusahaan sawit. Tak ketinggalan, kalangan LSM pemerhati lingkungan.


Landasan ilmiah

Acara diskusi yang dibuka Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air, Kementerian Lingkungan Hidup, Firdaus Alim Damopolii, S.T.,M.M. (mewakili Menteri Lingkungan Hidup) ini berlangsung menarik.

Tak jarang  diwarnai gereget pula, terutama ketika pembicara tak segan melontarkan uneg-unegnya, karena merasa tak habis pikir terhadap produk regulasi yang justru kerap terkesan malah bikin ruwet dan susah.

Secara umum, para pembicara dan penanggap memaparkan materinya dengan apik, penuh kajian ilmiah serta berbagai hasil riset yang telah teruji, khususnya saat bicara menyangkut teknis pemanfaatan LCPKS.

Dalam diskusi yang dipandu dengan apik oleh Prof. Yanto Santosa tersebut terungkap kalau pemanfaatan LCPKS menjadi perhatian penting, mengingat  dari  produksi minyak sawit mentah (CPO) yang mencapal 50 juta ton per tahun, dihasilkan sekitar 135 juta ton LCPKS per tahun, setara dengan emisi 18,97 juta ton CO2 ekuivalen.

Harap diingat pula, metana yang dihasilkan dari LCPKS memiliki potensi pemanasan global sekitar 80 kali lebih besar dibandingkan CO2 dalam jangka waktu 20 tahun.

Nah, di balik persoalan pencemaran lingkungan dan ancaman pemanasan global ini, LCPKS memiliki potensi ekonomi yang besar bila dimanfaatkan dengan baik, dan dapat mendorong terjadinya siklus ekonomi sirkular.

LCPKS dapat diolah menjadi produk bernilai seperti pakan ternak, biodiesel, bioavtur, bioCNG, dan listrik. LCPKS yang kaya unsur hara seperti nitrogen, fospor, kalium, kalsium dan magnesium, juga dapat dijadikan pupuk cair.

Hanya saja sangat disayangkan, dari potensi besar yang terdapat dalam produksi sekitar 135 juta ton LCPKS per tahun ini, masih sangat sedikit sekali yang termanfaatkan.  

Terungkap pula kalau upaya pemanfaatan LCPKS secara optimal tersebut masih terkendala oleh setidaknya tiga hal. Pertama, regulasi  yang belum sepenuhnya terintegrasi, terutama terkait transisi dari Kepmen LH No. 28/2003 ke Permen LHK No. 5/2021.

Kedua, kurangnya adopsi teknologi methane capture, yang seharusnya dapat membantu Indonesia mencapai target Net Zero Emission (NZE) 2060.

Kendala lainnya adalah kurangnya insentif dan kebijakan pendukung, yang menyebabkan banyak pabrik kelapa sawit belum terdorong untuk menerapkan pengelolaan limbah secara optimal.

Nah, berangkat dari kondisi inilah, yakni kontradiksi antara potensi dan kendala, PUSAKA KALAM berinisiatif membuat naskah akademik yang disempurnakan melalui public hearing yang melibatkan para pihak dari berbagai pemangku kepentingan.

“Berbekal naskah akademik ini, diharapkan pemerintah akan memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakan suasana dan atau kebijakan kondusif yang dapat mendorong kontribusi pemanfaatan LCPKS sebagai pupuk organik, dan juga sebagai sumber energi terbarukan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8% seperti yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto,” kata Prof. Yanto Santosa.

 

 

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :