Berita / Sumatera /
Harga TBS Meroket, PSR Macet, Pengrajin Gula Merah Sawit Bangkrut
Agus Salim, anggota DPW APKASINDO Aceh, sedang memasak nira sawit untuk membuat gula merah. Foto: Dokumentasi pribadi
Medan, Elaeis.co - Harga tandan buah segar (TBS) yang sedang meroket beberapa bulan terakhir membuat petani sawit plasma maupun swadaya di Sumatera Utara bergembira ria. Saat ini harga TBS sudah di level Rp 3.000/kg, paling rendah Rp 2.800/kg. Pundi-pundi petani terus bertambah.
Tapi gara-gara harga TBS yang mahal itu pula program Peremajaan Sawit Rakyat jadi macet.
Alfian Nasution, Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Mandailing Natal (Madina), mengatakan, di daerah itu hampir separuh dari petani yang mendaftar, batal ikut PSR.
"Dari sekitar 108 hektar yang sudah disetujui untuk ikut PSR, tapi yang terealisasi sekitar 50 hektar saja," katanya kepada Elaeis.co, Kamis (9/12/2021).
Menurutnya, banyak petani sawit mengajukan pengunduran diri di tengah jalan. Sebabnya ada dua, yakni karena salah pengertian soal dana PSR dan karena harga TBS yang saat ini meroket.
"Soal dana PSR itu, mereka pikir masuk ke rekening mereka. Padahal menurut peraturan ditransfer ke rekening kelompok. Ada juga yang mundur karena harga TBS lagi tinggi, berpikir ulang mereka untuk ikut PSR," jelas Alfian.
Bahtera Barus, Ketua Dewan Pimpinan Unit (DPU) APKASINDO Kotarih, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), juga menyatakan hal senada. Ia bahkan menyebutkan para petani yang sejak awal sudah mau ikut PSR mendadak membatalkan niatnya setelah melihat harga TBS naik terus.
"Dulu sekitar Rp 1.500-an per kilogram, lalu naik terus, naik terus, dan naik terus. Dan pas sampai menyentuh Rp 2.000-an per kilogram, di situlah teman-teman petani satu per satu membatalkan diri ikut PSR. Gak mungkin kita salahkan mereka," ucapnya sambil tertawa.
Karena PSR mandeg, usaha gula merah sawit binaan APKASINDO Sergai pun berhenti beroperasi. "Kutengok Pak Juardi dan teman-teman yang fokus di gula merah sawit tak lagi beraktivitas," katanya.
Juardi yang dia maksud adalah pengrajin gula merah sawit yang tinggal di Kecamatan Pegajahan, Sergai.
Juardi sendiri mengaku sudah alih menjadi peternak ayam. "Wah, gak ingat saya bulan berapa usaha gula merah sawit gulung tikar. Yang pasti, begitu harga buah sawit nyentuh Rp 2.000/kg, di situlah kami mulai kehabisan bahan baku," katanya saat dihubungi terpisah.
Menurutnya, bahan baku gula merah sawit adalah nira yang keluar dari batang sawit yang ditebang.
"Petani sawit di sini tak ada yang mau ikut PSR lagi sejak harga TBS menyentuh level Rp 2.000/kg. Karena tak ada lagi petani yang mau menjual batang sawitnya, akhirnya usaha kami yang tumbang," tandasnya.
"Teman-teman cari usaha masing-masing. Saya sekarang beternak ayam kampung. Kemarin baru saja saya bongkar kandang, 400 ekor ayam kampung saya terjual. Alhamdulilah, masih bisa punya pendapatan," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :