https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Harga TBS Belum Stabil, DJP Turunkan Target PPN d Bengkulu

Harga TBS Belum Stabil, DJP Turunkan Target PPN d Bengkulu

Kepala Seksi Pengawasan III KPP Pratama Bengkulu Satu, Rais Hassan.


Bengkulu, elaeis.co - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menurunkan target penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun 2022 di Provinsi Bengkulu dari Rp924 miliar menjadi Rp921,7 miliar. 

Penurunan tersebut disebabkan karena harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit masih diangka Rp1.550/kg.

Kepala Seksi Pengawasan III KPP Pratama Bengkulu Satu, Rais Hassan mengatakan, target PPN di Provinsi Bengkulu pada tahun ini menurun sebesar Rp2,3 miliar akibat harga TBS yang belum pulih 100 persen. 

Penurunan target PPN tersebut berdasarkan KEP-279/WPJ.28/2022 tanggal 18 Juli 2022 tentang Perubahan Atas KEP 135/WPJ.28/2022 tentang Distribusi Rencana Penerimaan Pajak di Lingkungan Kanwil DJP Bengkulu dan Lampung Tahun Anggaran 2022.

"Target PPN di Bengkulu tahun ini diturunkan sebesar Rp2,3 miliar. Pasalnya, harga TBS sawit belum stabil," kata Hassan, kemarin.

Meski begitu, jika harga TBS kelapa sawit nantinya kembali menyentuh angka Rp 3.000/kg, Hassan optimis penerimaan PPN pada tahun ini bisa melebihi target yang ditetapkan. 

Oleh sebab itu, Hassan berharap, pemerintah pusat bisa memberikan kelonggaran kebijakan pada produk turunan kelapa sawit. Sebab hal itu diperkirakan mampu menjadi stimulus untuk mendongkrak harga TBS di daerah.

"Kami berharap ada kebijakan yang mendorong peningkatan harga TBS di daerah. Sebab hal ini tidak hanya berdampak pada pendapatan petani, tetapi juga berdampak pada penerimaan negara," kata Hassan.

Hassan menjelaskan, beberapa kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah pusat untuk mendongkrak harga TBS diantaranya menghapus kebijakan DMO dan DPO. 

Karena menurutnya akibat kedua kebijakan tersebut, harga TBS kelapa sawit belum maksimal. Bahkan harga CPO hingga saat ini masih tertahan di harga Rp11.000/kg.

"Kalau memungkinkan, hapus saja DMO dan DPO. Sebab gara-gara kebijakan itu menghambat kenaikan harga TBS," kat dia. 

Sebetulnya, lanjut Hassan, jika pungutan ekspor ditetapkan menggunakan harga referensi yang akurat serta adaptif dengan dinamika pasar, dapat mendorong perusahaan untuk meningkatkan ekspor. Tentunya dengan terlebih dulu memenuhi kebutuhan di dalam negeri. 

Selain itu, jika instrumen ini berfungsi baik, maka kebijakan seperti Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Harga Eceran Tertinggi (HET) semestinya dihapuskan.

"Kemudian jika harga CPO naik tinggi, DMO dapat kembali diberlakukan dengan penyesuaian. Jika perlu, diberikan bantuan sosial bagi masyarakat berupa minyak goreng kemasan, dengan menggunakan dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," pungkasnya.

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :