Berita / Nasional /
Hanya Segelintir Perusahaan yang Menaati Permentan 01/2018, Ini Buktinya
Ilustrasi-tanaman kelapa sawit. (Asian Agri)
Jakarta, elaeis.co - Ditjenbun sepakat untuk merevisi Permentan Nomor 01 Tahun 2018. Hal ini pun menjadi perhatian Ditjenbun lantaran sudah menjadi polemik di lini petani kelapa sawit.
Salah satu yang menjadi pokok adalah tentang penetapan harga TBS. Dimana petani swadaya meminta agar dilakukan pemerataan harga. Sehingga harga penetapan bukan hanya dinikmati oleh petani mitra saja.
"Benar, permintaan petani swadaya di samaratakan. Namun yang menjadi persoalan adalah hanya sedikit perusahaan yang justru mengikuti aturan dalam Permentan Nomor 01 Tahun 2018 itu," ujar Ketua Umum DPP Aspek-PIR, Setiyono kepada elaeis.co, Sabtu (3/9).
Ia mencontohkan seperti di wilayah Riau, setidaknya ada 200-300 pabrik kelapa sawit (PKS) yang beroperasi, namun hanya 6 perusahaan yang tergabung dalam tim penetapan harga.
"Harga itu hanya dapat dinikmati petani mitra atau plasma. Sebab, kriteria perawatan standar hanya diikuti oleh petani plasma. Seharusnya petani swadaya ikut berlembaga sehingga bisa bermitra dengan perusahaan. Akhirnya bisa menikmati harga penetapan pemerintah," ujarnya.
Hal senada juga diutarakan Analis PSP Ahli Madya Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, Rudi Arpian
Menurutnya, ada lima hal yang harus dilakukan petani untuk mengembangkan kelapa sawit. Pertama, petani swadaya berlembaga dalam Koperasi atau KUD. Artinya petani memiliki wadah untuk bertukar pengalaman dalam mengembangkan kelapa sawit.
Kedua, penjualan TBS hasil kebun petani terkoordinir melalui kelembagaan yang bermitra dengan pabrik kelapa sawit (PKS). Petani juga mendapatkan kepastian harga sesuai dengan harga Tim Penetapan Harga TBS Provinsi Sumatera Selatan.
"Ketiga, petani paham tentang budidaya sawit sesuai standar teknis budidaya. Sebab ada pembinaan bagaimana cara merawat pohon sawit dan panen yang baik dan benar," bebernya.
Keempat, lebih mudah mendapatkan akses untuk peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan mendapatkan dukungan dana replanting sawit sebesar Rp30 juta per hektare dengan luas maksimal 4 hektare per NIK (Nomor Induk Kependudukan). Bahkan saat ini dana itu tengah diusulkan hingga Rp60 juta tiap hektarnya.
Kelima, Adanya Jaminan pelaksanaan usaha sawit yang berkelanjutan.
"Dengan 5 keuntungan ini masa depan petani sawit yang berlembaga dalam Koperasi atau KUD akan lebih terjamin dan mendapatkan dukungan fasilitas dari pemerintah," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :