Berita / Nasional /
Green Refinery Terus Dikembangkan untuk Dukung Transisi Energi
Senior Vice President Research Technology & Innovation Pertamina, Oki Muraza, berbicara di Sustainability Summit B20 yang berlangsung di New Delhi, India. foto: Pertamina
Jakarta, elaeis.co – PT Pertamina (Persero) terus mengembangkan inovasi teknologi untuk dekarbonisasi operasional dalam rangka mendukung transisi energi di Indonesia.
Komitmen tersebut ditegaskan oleh Senior Vice President Research Technology & Innovation Pertamina, Oki Muraza di sela-sela keikutsertaannya dalam Sustainability Summit B20 yang berlangsung di New Delhi, India, 22 - 27 Agustus 2023.
Oki menjelaskan, saat ini dekarbonisasi operasional Pertamina difokuskan pada pengembangan teknologi Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS/CCS) dan Biofuel.
"Pertamina mempunyai inisiatif untuk menerapkan CCS atau CCUS melalui teknologi injeksi CO2 pertama kali di Lapangan Jatibarang, Jawa Barat. Teknologi ini mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi melalui CO2-EOR, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan," jelasnya dalam keterangan pers dikutip Kamis (24/8).
Selain teknologi penangkapan dan pemanfaatan karbon, untuk mendukung transisi energi, Pertamina juga berkomitmen mengembangkan Bio Refinery atau Green Refinery untuk menghasilkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
"Kilang-kilang hijau itu mengolah bahan baku terbarukan seperti minyak sawit (RBDPO) hingga bekas minyak goreng (jelantah/UCO)," tambahnya.
Saat ini, lanjutnya, Bio Refinery Pertamina yang telah beroperasi antara lain Bio Refinery Cilacap dan Bio Refinery Dumai yang memproduksi HVO (Hydrotreated Vegetable Oil), Green Gasoline dan Bio Refinery Plaju serta Bio Refinery Cilacap, Green Diesel di Bio Refinery Dumai, serta Green AvturJ2 di Bio Refinery Cilacap.
“Kami juga ingin menerapkan bioetanol, dengan berbagai bahan baku, termasuk dari limbah kelapa sawit seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS),” sebutnya.
Menurutnya, pandemi Covid-19 dan ketegangan geopolitik telah berdampak besar pada volatilitas harga energi secara global, kekurangan pasokan, masalah keamanan dan ketidakpastian ekonomi yang menyebabkan fokus jangka pendek transisi energi bergeser ke ketahanan energi.
“Negara maju fokus pada keberlanjutan, sedangkan negara berkembang lebih fokus pada keamanan dan keterjangkauan energi, karena menjadi katalis pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :