Berita / Nasional /
Genjot Sertifikasi ISPO, Penerbitan STDB akan Dipermudah dan Dipercepat
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan RI Prayudi Syamsuri. Foto: Dok. Rainforest Alliance
Jakarta, elaeis.co - Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (ditjenbun kementan) menggelar workshop nasional di Jakarta mengusung tema 'Penguatan Inklusivitas Para Pekebun dalam Tata Kelola Rantai Nilai Kelapa Sawit Berkelanjutan', Selasa (19/12).
Workshop yang mendapat dukungan penuh dari lembaga mitra pembangunan seperti Rainforest Alliance dan CIFOR-ICRAF ini dihadiri oleh perwakilan pemerintah, tim pelaksana kelapa sawit berkelanjutan, perwakilan perusahaan, dan CSO mitra pembangunan.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil (PPH) Perkebunan Ditjenbun Kementan RI Prayudi Syamsuri mengatakan, upaya memperkuat inklusivitas para pekebun dalam tata kelola rantai nilai kelapa sawit berkelanjutan perlu terus dilakukan.
Menurutnya, permasalahan mendasar yang dihadapi para pekebun adalah pemenuhan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), termasuk pengembangan strategi bagi para pekebun kelapa sawit yang belum dapat memenuhi mandat sertifikasi ISPO.
“Kita sedang berusaha memacu ke arah sana, mengembangkan strategi untuk para pekebun. Namun satu hal penting, sebaiknya kita fokus pada surat tanda daftar budidaya (STDB) dulu. Sebab, salah satu hambatan ISPO adalah pendataan pekebunnya. Jadi, geber dulu di STDB-nya. Kita akan sederhanakan instrumennya agar memudahkan semua pihak dalam konteks implementasi di tapak,” paparnya dalam keterangan resmi dikutip Rabu (20/12).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa Inpres No. 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 (RAN-KSB) merupakan peta jalan perbaikan yang terdiri dari berbagai komponen menuju tata kelola perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.
“RAN-KSB ini merupakan upaya strategis yang telah diambil oleh pemerintah untuk memperbaiki dan memperkuat rantai nilai kelapa sawit. Kita juga sudah siapkan satu program Gerakan Percepatan STDB,” katanya.
Strategi dari gercep penerbitan STDB ini, sambung Prayudi, adalah membangun sinergi dengan para pihak termasuk CSO mitra pembangunan, penyederhanaan form STDB, penyederhanaan verifikasi, dan sistem aplikasi pemetaan.
Palm Oil Team Manager Rainforest Alliance Indonesia Tri Padukan Purba mengatakan, kendati upaya untuk meningkatkan peran serta pekebun kelapa sawit termasuk upaya peningkatan perekonomian Indonesia melalui keberadaan sawit rakyat ini terus dilakukan, akan tetapi berbagai permasalahan di dalam rantai nilai kelapa sawit masih sering terjadi.
Sejatinya, menurutnya, sertifikasi ISPO yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2020 diharapkan dapat meningkatkan keberterimaan serta daya saing produk kelapa sawit Indonesia termasuk penurunan emisi gas rumah kaca.
Selain itu, keberadaan sertifikasi ISPO juga diharapkan dapat meningkatkan peran dan posisi tawar bagi pekebun dalam rantai nilai kelapa sawit itu sendiri.
Dengan demikian, melalui penerapan sertifikasi ISPO, para pekebun dapat menunjukkan bahwa pengelolaan kelapa sawit telah dilakukan secara berkelanjutan.
“Kendati kewajiban sertifikasi telah diundangkan sejak Maret 2020 dan akan menjadi wajib pada tahun 2025, namun realisasinya masih berjalan lambat dan cenderung memberatkan. Para pekebun sawit, khususnya pekebun swadaya masih menjadi aktor terlemah dalam rantai nilai kelapa sawit,” urainya.
Hal ini dapat dilihat dengan masih terhambatnya upaya pemenuhan legalitas dan usaha, permasalahan terhadap keberadaan sawit dalam kawasan hutan, keterbatasan akses pembiayaan, kurangnya insentif yang diberikan, harga jual TBS yang relatif rendah, ketersediaan Saprodi, saluran distribusi TBS, hingga ancaman EU Deforestation-Free Regulation (EUDR).
Menjelang akan berakhirnya RAN-KSB pada 2024 dan mulai diwajibkannya sertifikasi ISPO bagi para pekebun pada tahun 2025, katanya, sangat penting merumuskan solusi bersama secara terkofus di dalam agenda-agenda aksi kelapa sawit berkelanjutan berikutnya termasuk pemenuhan sertifikasi.
Pengembangan rencana aksi khususnya bagi para pekebun tidak hanya berfokus dalam upaya pencapaian sertifikasi ISPO saja, melainkan turut menawarkan solusi bagi pekebun yang belum sepenuhnya atau tidak dapat memenuhi mandat sertifikasi.
“Kita ingin mengidentifikasi permasalahan dan tantangan oleh pekebun sawit swadaya di dalam rantai nilai kelapa sawit, termasuk pemenuhan sertifikasi ISPO,” tukasnya.
Strategi bersama lain yang perlu direncanakan adalah bagaimana agar para pekebun yang belum atau tidak dapat memenuhi sertifikasi ISPO, tetap dapat menjamin kelestarian lingkungan, meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan kebun kelapa sawit, meningkatkan ekonomi. "Termasuk pemenuhan regulasi menuju terwujudnya pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :