Berita / Nasional /
Gedor Pasar Uni Eropa, Pemerintah Perkuat Hilirisasi Sawit Berbasis Koperasi
Menkop Budi Arie Setiadi menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi. foto: Ist.
Jakarta, elaeis.co – Indonesia masih menghadapi tantangan besar untuk menembus pasar internasional, terutama Uni Eropa. Salah satu komoditas yang kerap mendapat perlakukan diskriminatif adalah minyak sawit mentah atau CPO (Crude Palm Oil).
Pemerintah Indonesia terus berupaya mencari jalan keluar. Kementerian Koperasi (Kemenkop), misalnya, mendorong hilirisasi sawit berbasis koperasi sebagai solusi untuk memperkuat daya saing minyak sawit Indonesia di pasar global.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan komitmen tersebut saat menerima kunjungan kehormatan Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia, Mr. H.E Denis Chaibi dan delegasi di Jakarta, Jumat (11/4).
"Pertemuan ini membahas proyek kerja sama yang potensial didanai oleh Uni Eropa untuk penguatan dukungan koperasi sebagai instrumen pengembangan komoditas berkelanjutan khususnya program peningkatan ketertelusuran dan keberlanjutan minyak sawit,” jelas Budi dalam keterangannya dikutip Senin (14/4).
Dia menyebutkan bahwa UE merupakan mitra strategis Indonesia untuk mendukung pengembangan koperasi melalui pembelajaran praktik terbaik pengembangan koperasi di Eropa, termasuk juga potensi kerja sama atau funding. Kolaborasi ini diharapkan akan membuka peluang bagi koperasi di Indonesia untuk menembus pasar Eropa melalui produksi yang berkelanjutan.
Dia menekankan pentingnya kerjasama untuk mendukung pengembangan komoditas berkelanjutan, khususnya minyak sawit. UE, dengan pasar yang besar dan permintaan tinggi akan minyak sawit, menjadi mitra strategis yang bisa membantu Indonesia dalam hal pendanaan dan akses ke pasar.
"Hilirisasi sawit berbasis koperasi adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan daya saing produk sawit Indonesia," sebutnya.
Melalui hilirisasi, petani sawit tidak hanya menjual tandan buah segar (TBS), tetapi juga dapat mengolah hasil sawit menjadi produk bernilai tambah. Dengan adanya pabrik yang dikelola oleh koperasi, petani dapat memperoleh keuntungan lebih dari produk sawit mereka.
"Koperasi mampu mengolah bahan mentah menjadi produk berkualitas tinggi, sehingga meningkatkan nilai tambah. Dengan adanya pabrik yang dikelola oleh koperasi, maka petani mendapat nilai tambah dari kebun sawitnya. Bukan hanya menjual TBS, tetapi juga bisa mengolahnya menjadi produk yang lebih bernilai," ungkapnya.
Saat ini salah satu tantangan terbesar bagi minyak sawit Indonesia adalah kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh AS, yang dikenal dengan kebijakan proteksionisnya. Tarif yang tinggi ini membuat produk CPO Indonesia semakin mahal di pasar AS, yang secara tidak langsung mengurangi daya saingnya di pasar global.
Namun, langkah hilirisasi yang dilakukan koperasi dapat menjadi jawaban atas tantangan ini. Dengan memproduksi produk sawit olahan yang memiliki nilai tambah, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan lebih fokus untuk memperluas penetrasi pasar Eropa.
Dalam kesempatan yang sama Duta Besar Uni Eropa menyampaikan juga mengenai proyek yang dapat didanai oleh untuk komoditas berkelanjutan antara lain kayu (Timber), Minyak sawit (Palm Oil), Karet (Rubber), Coklat (Cocoa) dan Kopi (coffee).







Komentar Via Facebook :