Berita / Nasional /
Gara-gara Harga Minyak Nabati lain Turun, Harga Referensi CPO Melorot 9,13 Persen
Pejabat karantina pertanian menguji minyak sawit yang akan diekspor. foto: Karantina Mamuju
Jakarta, elaeis.co – Harga referensi produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) periode 1–15 Juni 2023 ditetapkan USD 811,68/MT. Harga ini menjadi acuan untuk penetapan bea keluar (BK) CPO dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) atau biasa dikenal sebagai pungutan ekspor (PE).
Nilai ini menurun sebesar USD 81,55 atau 9,13 persen dari harga referensi CPO periode 16–31 Mei 2023.
Penetapan harga referensi CPO tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 997 Tahun 2023 tentang Harga Referensi CPO yang Dikenakan BK dan Tarif Layanan Umum BPDPKS.
Selain itu, minyak goreng (refined, bleached, and deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan BK USD 0/MT dengan penetapan merek sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 999 Tahun 2023 tentang Daftar Merek RBD Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.
“Saat ini, harga referensi CPO mengalami penurunan yang mendekati ambang batas (threshold) sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan BK CPO sebesar USD 33/MT dan PE CPO sebesar USD 85/MT untuk periode 1-15 Juni 2023,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso, kemarin.
BK CPO periode 1–15 Juni 2023 merujuk pada Kolom Angka 4 Lampiran Huruf C PMK Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 123/PMK.010/2022 sebesar USD 33/MT. Sementara itu, PE CPO periode 1–15 Juni 2023 merujuk pada Lampiran Huruf C PMK Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD 85/MT.
Dia menambahkan, penurunan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor. Diantaranya menurunnya permintaan yang disebabkan oleh penurunan harga minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan biji bunga matahari.
"Faktor lainnya adalah adanya pembebasan tarif bea masuk minyak kedelai dan minyak bunga matahari oleh India, serta melemahnya kurs ringgit Malaysia terhadap dolar Amerika Serikat," jelasnya.







Komentar Via Facebook :