Berita / Nasional /
GAPKINDO Tolak Wacana Konversi 2,7 Juta Hektare Karet Jadi Sawit
Edy Irwansyah, Sekretaris Eksekutif GAPKINDO Sumut. Foto: ist.
Medan, elaeis.co – Kementerian Pertanian (Kementan) berencana mengkonversi 2,7 juta hektar kebun karet tak produktif menjadi perkebunan sawit. Alih fungsi lahan ini akan disertai pembangunan 20 pabrik biodiesel dalam tiga tahun ke depan.
Langkah konversi ini diklaim sebagai bagian dari percepatan hilirisasi sawit dan penguatan ketahanan energi nasional. Selain itu, akan ada penyerapan ribuan tenaga kerja dan melibatkan petani milenial melalui skema pengelolaan lahan seluas maksimal lima hektar.
Namun ide konversi ini memicu reaksi keras dari pelaku industri karet nasional karena dinilai berpotensi menciptakan krisis baru di sektor lain yang tak kalah strategis. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) menegaskan bahwa rencana konversi ini bisa membawa enam risiko fatal bagi ekonomi dan industri nasional.
Menurut Edy Irwansyah, Sekretaris Eksekutif GAPKINDO Sumut, konversi lahan karet akan menghentikan pasokan bahan baku ke puluhan pabrik karet remah di Sumatera. Jika pabrik tutup, akan terjadi pemutusan rantai pasok dari hulu ke hilir.
“Konversi ini juga dapat mengancam ratusan ribu tenaga kerja. UMKM yang bergantung pada industri karet, mulai dari tukang tambal ban hingga pengrajin, juga akan kehilangan sumber penghasilan,” katanya di sela sebuah acara, kemarin.
Petani karet, terutama yang berada di lahan marginal, akan mengalami tekanan ekonomi dan kehilangan pasar lokal yang runtuh karena penurunan produksi.
“Setidaknya 170.000 petani, puluhan pabrik, dan pelaku industri hilir bergantung pada karet. Konversi akan menghilangkan efek ganda ekonomi seperti ekspor, lapangan kerja, dan stabilitas daerah,” tukasnya.
Di sisi hilir, Indonesia saat ini adalah eksportir karet alam terbesar kedua di dunia. Konversi besar-besaran akan mengubah status ini dan menggerus pengaruh Indonesia dalam perdagangan global.
“GAPKINDO menyarankan pemerintah untuk fokus pada peremajaan kebun karet yang tak produktif, bukan menggantinya dengan sawit. Kebijakan ini harus dipikirkan ulang agar tidak merusak ekosistem yang telah dibangun selama lebih dari satu abad,” tandasnya.







Komentar Via Facebook :