Berita / Sumatera /
Gapki Riau Diminta Bantu Atasi Enam Permasalahan di Industri Sawit
Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, SF Hariyanto. foto: Diskominfo Riau
Pekanbaru, elaeis.co - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Cabang Riau diminta menimalisir permasalahan industri perkebunan sawit di Riau.
Permintaan itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, SF Hariyanto, pada pelantikan pengurus Gapki Riau Periode 2022-2027, Rabu (14/12).
Menurut Hariyanto, ada enam masalah yang ditemukan di industri dan perkebunan sawit. Pertama, masih banyaknya kebun yang tercatat masuk dalam kawasan hutan. Kedua, masih banyak perusahaan yang kurang patuh terhadap aturan sertifikat sebagai bukti kepada dunia internasional bahwa perkebunan di Indonesia dikelola secara lestari dan berkelanjutan.
“Seperti kita ketahui bahwa perusahaan diwajibkan memiliki sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Karena melalui sertifikasi ISPO, ada jaminan tertulis bahwa produk dan tata kelola perkebunan sawit telah memenuhi prinsip dan kriteria,” katanya melalui keterangan resmi Diskominfo Riau.
Menurutnya, sejauh ini baru 113 perusahaan dan 20 kelompok tani yang mengantongi sertifikat ISPO. "Jadi, masih banyak PR bapak ibu semua,” ujarnya.
Permasalahan ketiga adalah masih banyaknya perusahaan yang belum memfasilitasi pembangunan kebun plasma bagi masyarakat.
“Jika ingin perusahaan berjalan dengan baik dan aman diterima masyarakat, maka hubungan baik dan kerja sama kepada masyarakat yang menimbulkan ekonomi produktif adalah menjadi keharusan,” himbaunya.
Permasalahan lainnya yaitu masih banyaknya perusahaan yang belum benar-benar bermitra dengan pekebun. Menurutnya, kemitraan yang ada sekarang hanya sebatas jual beli tandan buah segar (TBS).
"Diharapkan kemitraan sesungguhnya yang dibangun itu adalah perusahaan atau pabrik juga membina pekebun agar kualitas TBS-nya setara dengan perusahaan besar. Dengan begitu harga TBS bisa mengikuti harga yang ditetapkan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Juga pekebun yang bermitra bisa menjual langsung tanpa perantara,” paparnya.
Masalah yang kelima adalah masih minimnya program tanggung jawab sosial lingkungan (TJSL) atau corporate social responsibility (CSR) kepada masyarakat. Dijelaskannya, program CSR minimal terdiri dari bantuan untuk memperbaiki infrasturktur jalan, bantuan sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan, keolahragaan, dan sosial budaya.
“Kalau kebutuhan masyarakat terpenuhi, insya Allah masyarakat akan damai berdampingan hidup di area perkebunan. Jangan masyarakat sekitar hanya menjadi penonton dan menerima polusi setiap harinya,” tandasnya.
Permasalahan terakhir adalah penyerapan tenaga lokal. Dia berpesan agar perusahaan bijaksana dalam merekrut tenaga kerja lokal di perkebunan semaksimal mungkin.
"Jangan memancing kecemburuan sosial. Tugas bapak ibu sekalian untuk meningkatkan kapasitas keterampilan tenaga lokal yang dimaksud," tegasnya.
“Kami kemukakan permasalahan-permasalahan ini dengan harapan bisa diatasi secara bersama-sama dan menjadi program kerja utama dari pengurus Gapki Riau periode 2022-2027," imbuhnya.







Komentar Via Facebook :