Berita / Nasional /
GAPKI Perkuat Perlindungan Perempuan di Kebun Sawit Lewat Fasilitas dan Pelatihan
Kompartemen Pekerja Perempuan & Perlindungan Anak GAPKI, Marja Yulianti.
Jakarta, elaeis.co – Perlindungan pekerja perempuan di industri sawit menjadi fokus utama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Hal ini disampaikan Kompartemen Pekerja Perempuan & Perlindungan Anak GAPKI, Marja Yulianti, dalam diskusi Forwatan bertajuk “Industri Sawit: Melindungi Perempuan dan Menghapus Pekerja Anak” di Kementerian Pertanian, Selasa (2/12).
Marja menegaskan bahwa industri sawit tidak hanya berperan sebagai penggerak ekonomi nasional, tetapi juga berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan ramah bagi perempuan.
“Dari total 16,5 juta pekerja sawit, sekitar 5 juta adalah perempuan. Mereka memiliki peran ganda, baik di kebun maupun di rumah, sehingga perlindungan hak-hak dasar mereka menjadi sangat penting,” ujar Marja.
Untuk itu, GAPKI telah menyediakan berbagai fasilitas yang mendukung kebutuhan pekerja perempuan. Beberapa di antaranya adalah cuti haid, cuti melahirkan, biaya persalinan, hak menyusui dan ruang laktasi, serta izin istirahat bagi pekerja yang mengalami keguguran.
Selain itu, perusahaan anggota GAPKI juga membangun Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3), rumah perlindungan anak, dan fasilitas penitipan anak di perkebunan.
Tak hanya fasilitas fisik, GAPKI juga gencar menggelar pelatihan dan workshop. Program ini meliputi edukasi keselamatan kerja, penggunaan alat pelindung diri (APD), serta sosialisasi hak-hak pekerja perempuan.
Marja menekankan bahwa edukasi menjadi kunci karena masalah bukan hanya ketersediaan APD, tetapi juga kesadaran pekerja untuk menggunakannya.
Selain itu, GAPKI menekankan pemberdayaan perempuan melalui pelatihan baca-tulis bagi ibu pekerja dan integrasi standar TPA serta fasilitas penitipan anak di perkebunan.
“Kami ingin ibu-ibu pekerja memiliki akses untuk meningkatkan kualitas hidup sekaligus tetap produktif di kebun,” kata Marja.
Dalam hal penghapusan pekerja anak, Marja menjelaskan bahwa industri sawit tidak mempekerjakan anak-anak. Kesalahpahaman sering muncul ketika anak-anak hanya menemani orang tua sepulang sekolah.
Beberapa perusahaan bahkan melakukan sensus berkala setiap enam bulan untuk memantau status pendidikan anak di sekitar kebun dan mencegah keterlibatan mereka dalam pekerjaan formal.
GAPKI juga menjadi motor penggerak sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Saat ini, 69% anggota telah bersertifikat, mendekati target 100%, menegaskan bahwa perusahaan sawit memenuhi standar perlindungan pekerja perempuan dan bebas pekerja anak.
“Keberhasilan sawit bukan hanya dari produktivitas, tetapi juga dari kualitas manusia yang bekerja di dalamnya. Industri sawit harus produktif sekaligus aman dan bermartabat bagi perempuan dan anak,” tutup Marja.







Komentar Via Facebook :