Berita / Nusantara /
GAPKI Bengkulu: Tak Hanya Petani, Pengusaha Juga Sulit
Ketua GAPKI Bengkulu, John Irwansyah Siregar. (Jos/Elaeis)
Bengkulu, elaeis.co - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Bengkulu, John Irwansyah Siregar mengatakan, sejumlah pabrik kelapa sawit (PKS) di daerah itu saat ini tengah kesulitan memasarkan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
Hingga 7 Juli 2022 kemarin, harga CPO dipasaran mencapai Rp6.755 per kilogram. Namun sulit dipasarkan lantaran rendahnya permintaan CPO dari pembeli.
"Satu-satunya cara agar harga TBS kelapa sawit petani naik lagi, naik dulu harga CPO. Persoalannya saat ini, tidak hanya harga TBS saja yang anjlok, harga CPO juga begitu. Belum lagi pabrik juga susah menjualnya. Bahkan kalau bisa pun dijual, tapi ditawar murah pembeli," kata John, Jumat (8/7)
Untuk itu dia meminta kepada pemerintah agar membantu PKS di daerah untuk menyerap CPO. Salah satu upaya penyerapan yang dapat dilakukan adalah dengan mempercepat kegiatan ekspor.
Karena berdasarkan data Kementerian Perdagangan, realisasi ekspor CPO sampai 1 Juli 2022 lalu baru mencapai 1,4 juta ton atau masih jauh di bawah rata-rata ekspor bulanan CPO sebanyak 2 juta ton.
Selain itu, realisasi ekspor tersebut juga masih jauh dibawah alokasi. Dimana jumlah alokasi CPO mencapai 3,4 juta ton terdiri dari 2,25 juta ton program transisi dan skema flush-out 1,16 juta ton.
"Itulah yang menjadi penyebab pabrik membatasi pembelian TBS, karena CPO saja belum banyak yang diekspor. Pemerintah harus bantu PKS agar CPO bisa cepat di ekspor," pintanya.
Dia juga menyarankan, pemerintah perlu melakukan percepatan ekspor dengan target lebih besar lagi. Mengingat penurunan ekspor sudah terjadi sejak April dan berakibat stok nasional di atas 6 juta ton.
"Saat situasi normal, yang diekspor 3 juta ton/bulan. Maka target ekspor ini tidaklah cukup untuk menurunkan stok. Diperlukan relaksasi regulasi selama transisi minimal 3 bulan," ujar John.
Selain itu, menurut John, saat ini PKS yang memiliki kebun juga telah merotasi kebun inti mereka. Karena, selama ini pasokan buah tidak hanya dari petani.
Jadi, apabila perusahaan mengambil TBS dari luar, itu artinya perusahaan juga mengurangi suplai dari kebun sendiri. Maka itu dilakukan rotasi namun hal itu dapat dipastikan berdampak pada kualitas CPO.
"PKS juga memikirkan panen kebun inti. Karena itulah beberapa perusahaan menggunakan skema kuota pembelian buah dari petani. Karena produksi kebun sendiri lagi naik. Jika kuota pembelian TBS diberikan kepada pihak ketiga, ini artinya, kebun inti mengurangi pasokan dari hasil panennya," tuturnya.
Berkaitan himbauan Menteri Pertanian yang mewajibkan minimal pembelian harga TBS petani Rp 1.600/kg, John mengatakan, perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin mengindahkannya.
Meski begitu, harga tersebut ditetapkan saat harga CPO sekitar Rp 12 ribu per kg. Sementara saat ini harga CPO sudah dibawah Rp 7 ribu per kg.
"Kita akan berusaha semaksimal mungkin, tapi untuk kondisi saat ini membeli dengan harga itu belum memungkinkan," pungkasnya.







Komentar Via Facebook :