Berita / Kalimantan /
Gak Manusiawi! Beragam Modus Licik Perusahaan Sawit Kalbar Eksploitasi Hak Buruh
Ilustrasi - pekerja di kebun sawit
Pontianak, elaeis.co - Kisah pilu datang dari balik megahnya industri kelapa sawit di Kalimantan Barat (Kalbar). Di balik keuntungan besar perusahaan, banyak buruh sawit justru hidup dalam ketidakpastian dan penderitaan.
Temuan terbaru Lembaga Teraju Indonesia mengungkap adanya dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan sejumlah perusahaan sawit di daerah ini.
Direktur Eksekutif Teraju Indonesia, Agus Sutomo (Tomo), menyebut banyak buruh yang sudah bekerja bertahun-tahun bahkan lebih dari 10 tahun, tapi masih berstatus buruh harian lepas (BHL). Status itu membuat mereka tanpa jaminan kerja, tanpa BPJS, dan tanpa tunjangan apa pun.
“Buruh tidak tahu apakah besok masih bisa kerja atau tidak. Ini bentuk pemutaran status supaya perusahaan bisa lepas dari tanggung jawab,” ungkap Tomo, Kamis (13/11).
Akibatnya, para buruh kesulitan mengakses layanan publik, seperti kredit, bantuan sosial, hingga pendidikan anak. Pendapatan yang tidak menentu membuat banyak anak buruh terancam putus sekolah.
Lebih miris lagi, hasil investigasi Teraju Indonesia menemukan banyak pekerja bagian pemupukan dan penyemprotan pestisida terpapar bahan kimia berbahaya tanpa alat pelindung diri (APD). Mereka kerap mengalami iritasi kulit, gangguan pernapasan, dan nyeri sendi, tapi biaya pengobatan harus ditanggung sendiri.
“Buruh disuruh kerja meski tidak punya APD lengkap. Kalau menolak, bisa dipecat. Ini jelas bahaya dan gak manusiawi,” tegas Tomo.
Masalah lain muncul dari sistem upah. Banyak perusahaan masih menerapkan upah berdasarkan target panen, bukan jam kerja. Kalau target tak tercapai, upah langsung dipotong.
Kondisi ini membuat sebagian buruh terpaksa membawa anak dan istri ke kebun demi menambah hasil panen. Praktik ini berpotensi mengarah ke eksploitasi anak.
Buruh perempuan pun tak luput dari diskriminasi. Mereka sering ditempatkan di bagian penyemprotan, tidak dapat cuti haid atau melahirkan, bahkan tetap bekerja meski sedang hamil.
“Paparan pestisida saat hamil bisa menyebabkan keguguran atau cacat janin,” ujar Tomo.
Tak berhenti di situ, Teraju Indonesia juga menemukan indikasi kerja paksa dan perdagangan orang (TPPO). Modusnya, buruh lama diminta merekrut pekerja baru dari kampung. Tapi para buruh baru itu datang tanpa kontrak, tanpa tiket pulang, dan tanpa gaji tetap.
“Kalau buruh gak bisa menolak, gak bisa pulang, dan gak dibayar, itu sudah termasuk kerja paksa,” tegas Tomo lagi.
Teraju Indonesia mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum segera turun tangan menindak perusahaan yang melanggar. “Jangan tunggu korban makin banyak. Hentikan eksploitasi buruh sawit di Kalbar,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :