Berita / Papua /
Firman Soebagyo Dukung EBT Sawit di Papua, tapi Syaratnya Ketat
Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo.
Jakarta, elaeis.co – Rencana pemerintah mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) berbasis kelapa sawit di Papua kembali menjadi sorotan. Di satu sisi, proyek ini digadang-gadang sebagai langkah strategis menuju swasembada energi nasional.
Namun di sisi lain, kekhawatiran soal dampak lingkungan dan nasib masyarakat lokal ikut mengemuka. Di tengah pusaran isu itu, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo angkat bicara.
Firman menyatakan dukungannya terhadap rencana Presiden Prabowo Subianto untuk mengembangkan EBT berbasis kelapa sawit di Papua.
Dukungan itu, kata dia, berangkat dari kebutuhan mendesak Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional. Akan tetapi, Firman menegaskan bahwa pengembangan sawit untuk energi tidak boleh dilakukan secara serampangan.
“Ekspansi sawit untuk energi tidak boleh mengorbankan kelestarian alam,” ujar Firman dalam pernyataannya, Kamis (18/12).
Ia mengingatkan bahwa Papua bukan sekadar wilayah potensial secara ekonomi, tetapi juga rumah bagi ekosistem alam yang rapuh dan kekayaan hayati yang tidak ternilai.
Menurut Firman, setiap rencana pengembangan industri sawit berskala besar harus berpegang pada prinsip keberlanjutan.
Kawasan hutan lindung wajib dijaga, dan proyek tidak boleh berjalan sebelum melalui kajian ilmiah yang komprehensif.
Ia menekankan pentingnya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) serta Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) sebagai fondasi utama sebelum implementasi di lapangan.
“Pengembangan sawit harus memperhatikan aspek lingkungan. Perlu ada penelitian yang cermat dan perencanaan matang dengan melibatkan para ahli di bidangnya,” kata politikus senior Partai Golkar tersebut.
Baginya, kehati-hatian bukan penghambat pembangunan, melainkan rem pengaman agar pembangunan tidak berujung petaka ekologis.
Selain isu lingkungan, Firman juga menyoroti aspek sosial yang kerap luput dari perhatian.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Papua harus menjadi pihak yang paling merasakan manfaat dari proyek EBT sawit ini. Pembangunan, menurutnya, tidak boleh hanya menjadikan Papua sebagai lokasi produksi, sementara nilai tambah dan keuntungan mengalir ke luar daerah.
“Masyarakat setempat harus mendapatkan manfaat nyata, baik dari sisi lapangan kerja, peningkatan pendapatan, maupun kualitas hidup,” tegasnya.
Tanpa keberpihakan pada warga lokal, proyek sebesar apa pun berisiko memunculkan resistensi sosial.
Untuk memastikan pengelolaan EBT berjalan efektif dan berkelanjutan, Firman mendorong pemerintah membentuk Badan Pengelola Energi Baru Terbarukan yang berada langsung di bawah koordinasi Presiden.
Ia menilai lembaga khusus tersebut penting agar kebijakan EBT tidak berjalan parsial dan tumpang tindih.
Menurut Firman, potensi EBT Indonesia sangat beragam. Selain sawit, terdapat sumber energi lain seperti singkong untuk bioetanol, energi nuklir, hingga berbagai energi alternatif yang masih belum tergarap optimal.
Dengan badan khusus yang melapor langsung kepada Presiden, pengelolaan EBT diharapkan lebih fokus, terarah, dan komprehensif.







Komentar Via Facebook :