Berita / Nusantara /
Fajar Kedua di Papua Barat
Dorteus Paiki (kiri) saat bersama Kepala Pusat PPKS Medan, DR. Edwin Syaputra Lubis. Foto: Ist
Medan, elaeis.co � Lelaki 58 tahun ini nampak sumringah saat menengok tumpukan kecambah kelapa sawit itu di komplek perkantoran Pusat Penelitan Kelapa Sawit di kawasan Gatot Subroto, Medan, Sumatera Utara (Sumut) dua hari lalu.
Kecambah-kecambah itu bakal segera diterbangkan ke Manokwari Papua Barat. Soalnya tahun depan petani kelapa sawit di sana akan menjalani program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Dibilang begitu lantaran untuk penanaman baru itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengucurkan bantuan Rp25 juta untuk tiap hektar lahan petani yang ada di sana.
Kalau usulan PSR dari petani diajukan setelah bulan Juni lalu, berarti angkanya akan membengkak menjadi Rp30 juta per hektar.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW-Apkasindo), Paiki Dorteus yang langsung menjemput kecambah itu ke PPKS tadi.
Ayah 4 anak ini ditemani oleh I Gede Agus Haryawan, bendahara Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera yang dia pimpin.
"Tahap pertama sudah kami ambil 57 ribu kecambah, tahap kedua dan tiga masing-masing 120 ribu butir," cerita ayah empat anak ini kepada elaeis.co, kemarin.
Kecambah-kecambah tadi kata Paiki akan disemai untuk kebutuhan sekitar 2044 hektar lahan petani yang siapa untuk menjalani program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
"Kalau total luas lahan petani yang mau diremajakan itu sebenarnya sekitar 7.400 hektar. Tapi luasan ini dibagi dalam dua tahapan PSR; 4.400 hektar dan 3000 hektar," Paiki merinci.
Semua lahan itu kata Paiki beradai di tiga kecamatan di Kabupaten Manokwari. Ada kecamatan Warmare, Prafi dan Masni.
"Kalau tak ada halangan, Januari tahun depan kami akan melakukan penanaman perdana di Desa Membowi kecamatan Masni," katanya.
Bagi para petani kelapa sawit di Papua Barat khususnya di Kabupaten Manokwari, program PSR yang dibikin Presiden Jokowi lewat BPDPKS menjadi juru selamat.
"Dari 2007 kami berjuang untuk meremajakan kebun, barulah tahun 2019 kesampaian. Ini berkat Tuhan yang luar biasa untuk kami," katanya.
Sebenarnya kata Paiki, para petani kelapa sawit di Manokwari itu bukanlah petani kelapa sawit swadaya, tapi petani plasma yang dulunya dibina oleh PT. Perkebunan Nusantara II.
Hanya saja, disitu ditinggalkan oleh perusahaan plat merah itu, para petani langsung macam anak ayam kehilangan induk.
Perlahan, Apkasindo yang dipimpin oleh Paiki beserta tiga dewan pimpinan daerahnya --- Manokwari, Teluk Bintuni dan Sorong --- mulai menata langkah.
Koordinasi intens dilakukan dengan DPP Apkasindo. �Bapak Ketua Umum, Gulat Medali Emas Manurung, terus mensupport dan memantau kami. Puji Tuhan, perjuangan ini berbuah hasil. Itulah kemudian kami dirikan koperasi itu, anak dari Apkasindo,� ujar Paiki.
Selama ini kata Paiki, bagi masyarakat Papua Barat sawit adalah �juru selamat�. �Sawait datang membawa kesejahteraan buat kami. Karena sawit kami bisa punya rumah tembok permanen, punya sepeda motor dan bahkan mobil. Anak-anak kami bisa bersekolah. Intinya, sawit telah membuka isolasi dari kegelapan menjadi terang,� katanya.
Lantaran begitu berdampaknya sawit itulah kata Paiki, masyarakat Papua Barat menolak semua kampanye hitam tentang sawit. �Sawit adalah kita dan sawit untuk kita lantaran sawit juru selamat,� tegasnya.
Nah, lantaran peremajaan sudah akan dimulai, tinggal lagi sekarang petani memikirkan pabrik yang akan mengolah hasil usaha mereka kelak.
�Kalau tak ada pabrik, sawit mau kami jual kemana? Untuk itu kami berharap kiranya BPDPKS mau mengucurkan dana sarpras untuk kami bisa membangun pabrik. Kalau tak ada halangan, pekan depan kami akan menghadap Dirjenbun dan BPDPKS untuk membicarakan ini di Jakarta. Sekda Manokwari akan menjadi pimpinan rombongan,� ujar Paiki.

Komentar Via Facebook :