https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

ETIKAP 2024 Kupas Tantangan Hilirisasi Sawit dan Perkebunan Berkelanjutan

ETIKAP 2024 Kupas Tantangan Hilirisasi Sawit dan Perkebunan Berkelanjutan

ETIKAP 2024 mengangkat tema "Tantangan Hilirisasi Sawit dan Perkebunan Berkelanjutan". foto: BPDPKS


Jakarta, elaeis.co - Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) menggelar acara Evaluasi Tahunan Ilmiah Kinerja Agribisnis dan Perkebunan (ETIKAP) di Jakarta. Acara ini merupakan agenda rutin tahunan dan di tahun ke-5 ini mengangkat tema "Tantangan Hilirisasi Sawit dan Perkebunan Berkelanjutan".

Ketua Umum GPPI, Dr Hj. Delima Hasri Azahari menyampaikan bahwa ETIKAP 2024 bertujuan untuk menyatukan para pemangku kepentingan di industri perkebunan untuk mengevaluasi kinerja sektor agribisnis dan perkebunan dalam menghadapi berbagai tantangan. Terutama terkait dengan hilirisasi sawit dan upaya menjaga keberlanjutan industri perkebunan secara keseluruhan.

“ETIKAP tahun ini membahas mengenai hilirisasi kelapa sawit dengan tujuan meningkatkan nilai tambah dan daya saing di pasar global,” jelasnya dalam keterangan resmi BPDPKS, kemarin.

Acara ini juga diisi dengan diskusi dengan beberapa narasumber. Salah satunya Ardi Praptono, Direktur Jenderal Kelapa Sawit dan Aneka Sawit (SALMA) Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Dia mengatakan, pihaknya memiliki program prioritas kelapa sawit berkelanjutan melalui Ditjen SALMA yang telah dibentuk 10 bulan lalu.

“Pembentukan direktorat ini upaya memfokuskan komoditas sawit menjadi komoditas utama dari Ditjen Perkebunan. Oleh karena itu, bahwa ada penguatan tata kelola perkebunan sawit rakyat,” ujarnya.

Program tersebut merupakan inisiatif perbaikan tata kelola kelapa sawit dan diintegrasikan ke dalam rangkaian program yang mencakup beberapa program seperti program peremajaan kelapa sawit rakyat (PSR), ISPO, Sarpras, dan program pengembangan sumber daya manusia (SDM).

“Dari empat kegiatan (program) itu, kita lakukan regulasi yang berkaitan dengan program tersebut dan beberapa aktivas dari masing-masing program tersebut. Dari empat program tersebut, ada aplikasi dan peta spasial yang harus disiapkan yaitu BABEBUN (Bank Benih Perkebunan), Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB),” lanjut Ardi.

Sementara itu, Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian, mengatakan, untuk hilirisasi kelapa sawit diperlukan sistem teknologi produksi (pengolahan CPO), saat ini sangat tidak efisien dan semuanya terletak di dekat sungai.

“Saat ini sedang kami dorong produksi secara efisien dan inklusif. Kami juga mendorong teknologi yang tidak menggunakan uap (steamless). Dengan teknologi ini akan menghasilkan biomassa yang dapat dikembalikan ke lahan. Dan, masih banyak nilai tambah lain dari teknologi ini,” ujarnya.

“Kami dari Kementerian Perindustrian mencoba mendorong petani swadaya dengan dana bagi hasil (DBH) sawit yang diperoleh oleh masing-masing daerah yang mendapat dana tersebut. Kami juga menyediakan skema restrukturisasi, jadi kita akan memberikan insentif 25% dari investasi. Dan memberikan insentif 30% dari biaya investasi dengan syarat TKDN mesin peralatan 25%,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kabul Wijayanto, Direktur Perencanaan dan Pengoperasian Dana serta Pj Direktur Kemitraan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), menjelaskan bahwa perdebatan mengenai kelapa sawit berkelanjutan sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari BPDPKS yang memang ditugaskan untuk mendukung pengembangan minyak sawit berkelanjutan dari hulu hingga hilir.

“Sekarang bagaimana mengintegrasikan program-program yang ada di BPDPKS. Kita punya program hulu sawit yaitu PSR dalam rangka meningkatkan produktivitas. Lalu, ada program SDM, Sarpras, itu semua program hulu sawit. Dan ada juga program hilir sawit yaitu, program Biodiesel. Ada juga program penelitian dan pengembangan (riset) yang posisinya ada di tengah, karena program ini untuk pengembangan hulu dan hilir sawit. Salah satu hasilnya bensin sawit kerjasama BPDPKS dengan ITB (Pusat Rekayasa Katalis), dan masih banyak riset yang dilakukan. Selain itu, ada program promosi sawit untuk hulu dan hilir,” jelasnya.

Kabul menambahkan, pihaknya juga perlu menjaga harga CPO, sebab semua program memerlukan pendanaan untuk mengembangkan kelapa sawit berkelanjutan.

“Menstabilkan harga CPO, menyeimbangkan supply dan demand terkait pasar ekspor, dengan penerapan tarif pungutan ekspor. Penguatan industri hilir sawit yang dilakukan dengan riset-riset yang sudah dilakukan,” tambahnya.

Dalam acara ini GPPI mengundang para pemangku kepentingan dari berbagai latar belakang, termasuk perusahaan perkebunan, akademisi, pemerintah, LSM, Lembaga Serifikasi, dan media, untuk bergabung dalam ETIKAP 2024 ini guna memastikan keberlanjutan dan kemajuan industri perkebunan di masa yang akan datang.


 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :