Berita / Pojok /
Elaeis, Menangis!
Agung Marsudi. foto: dok. pribadi
Beleid larangan ekspor minyak mentah sawit dan lain-lain, sudah sepekan berlalu. Di tengah hiruk pikuk migrasi penduduk mudik, petani sawit mulai menahan jerit.
Padahal di lapangan, anatominya sederhana. Dimulai dari tiga toke ini. Pertama, toke yang punya kebun, punya PKS, punya Refinery. Dua, punya kebun, punya PKS, yang ketiga punya PKS, gak punya kebun (menampung hasil kebun petani). Yang ketiga ini yang parah, dan biasa bikin ulah. Untuk menghentikan permainannya perlu campur tangan pemerintah.
Pemerintah tak boleh lupa, bahwa selama ini pemilik refinery minyak goreng sawit adalah swasta, bukan negara. Coba dibuka, apa yang terjadi dengan dapur PTPN yang punya PKS, dan kebun dimana-mana?
Bagi petani kecil, urusan sawit berkelindan dengan harga "pupuk dan TBS". Soal untung rugi, mereka sama-sama memaklumi.
Dua puluh tahun terakhir, meski boom sawit, sempat ditantang keras oleh barat, dan para penggiat lingkungan, lalu mengkampanyekan isu, sawit pembawa kerusakan alam, penyebab tambahnya panas bumi, rakus air dan sebagainya. Tapi fakta obyektifnya, sawit menghidupi.
Kontribusi ekonomi sawit bagi negara, luar biasa. Justru, energi fosil yang pelan-pelan mulai ditinggalkan.
Kini di tengah lonjakan harga minyak goreng, yang berbuntut moratorium ekspor, petani sawit justru yang jadi bulan-bulanan. Padahal mereka, tak pernah menjadi bagian dari kebijakan. Tahunya hanya nanam, merawat, memanen dan dijual.
Apa susahnya, bikin harga "stabil". Toh setiap pengeluaran selalu ada, "bill". Bill politik sewajarnya lah, jangan kemaruk. Semua juga tahu, semua ada ongkosnya.
BPDPKS sembunyi dimana?
Jangan biarkan, elaeis terlalu lama menangis!" Ia airmata petani sawit, Indonesia.
Duri, 5 Mei 2022
Agung Marsudi
Direktur Duri Institute. Pemerhati masalah-masalah urban, lingkungan dan sosial politik. Lahir di Solo, 03 Maret 1970. Lebih dari dua dasawarsa, penggemar olahraga panjat tebing ini, juga terlibat dalam kegiatan pemetaan potensi dan analisis data sosial, ekonomi dan politik.
Keseriusannya di bidang geospasial, telah mengantarkannya mengelilingi Indonesia dengan mosaik dan keragamannya.
Founder lembaga kajian Duri Institute yang berkhitmad pada persoalan kebangsaan, migas dan kearifan lokal ini juga aktif di berbagai kegiatan antikorupsi serta menjadi narasumber di berbagai diskusi, seminar, workshop tentang kedaulatan Migas Indonesia.
Menjadi pembicara dalam Kajian Akademis Tata Kelola Migas di Indonesia: Keuangan Negara dan Daerah serta Petroleum Fund, Universitas Indonesia dan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, terkait Perang Asimetris & Skema Penjajahan Gaya Baru.
Menulis dua buah buku terkait anatomi dan sepak terjang Chevron di Blok Rokan; Duri Tanah Air Baru Amerika (2010) dan Chevronomics (2016).







Komentar Via Facebook :