Berita / Nasional /
Ekspor Sawit RI ke AS Terancam Ambrol, Kedelai dan Kanola Siap Menyerbu
Hadi Sugeng. foto: ist.
Jakarta, elaeis.co – Pemberlakuan tarif impor baru oleh Amerika Serikat (AS) sebesar 32% terhadap produk sawit dari Indonesia menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pelaku industri dan pemerintah. Kebijakan tersebut diyakini akan memangkas ekspor sawit nasional ke Negeri Paman Sam hingga 20 persen.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Hadi Sugeng, mengungkapkan bahwa tarif setinggi itu akan berdampak serius pada daya saing sawit Indonesia di pasar global. Terlebih jika dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti kedelai dan kanola, yang kemungkinan akan dikenakan tarif jauh lebih rendah atau bahkan bebas bea masuk.
“Kalau biaya masuk minyak sawit kita jauh lebih mahal dari pesaing seperti kedelai dan kanola, jelas kita akan kalah bersaing di pasar AS,” kata Hadi dalam keterangannya, Jumat (11/7).
Kondisi ini diperparah dengan kebijakan tarif yang lebih ringan untuk Malaysia, yakni hanya 25%. Celah ini bisa dimanfaatkan Malaysia untuk merebut pasar yang sebelumnya dikuasai Indonesia. “Pasokan yang tadinya dari kita bisa beralih ke Malaysia, ini jelas mengancam pangsa pasar kita di AS,” imbuhnya.
Sebagai informasi, sepanjang tahun 2024, Indonesia berhasil menyuplai sekitar 85 persen kebutuhan minyak sawit AS, dengan volume ekspor mencapai 2,25 juta ton per tahun. Sementara itu, total ekspor minyak sawit Indonesia ke seluruh dunia tahun lalu mencapai 29,5 juta ton. Angka yang tidak kecil, dan potensi kehilangan seperlimanya akan menjadi pukulan telak bagi devisa negara.
GAPKI menyebutkan bahwa tarif impor tinggi bukan hanya merugikan produsen sawit Indonesia, tapi juga bisa berdampak balik bagi konsumen AS. Produk turunan sawit seperti oleokimia dan biodiesel tak mudah digantikan oleh minyak nabati lain. “Jika dipaksakan, maka biaya produksi di AS akan meningkat dan yang kena dampaknya tentu masyarakat mereka sendiri,” tegasnya.
Merespons situasi ini, pemerintah Indonesia telah mengirim delegasi negosiasi dagang ke Washington DC untuk melakukan pendekatan diplomatik. Tim ini bertugas membahas kemungkinan revisi kebijakan tarif, sekaligus memberikan penjelasan tentang keberlanjutan dan keamanan produk sawit nasional.
Sementara itu, di pasar global, para produsen kedelai dan kanola tengah bersiap memanfaatkan peluang ini untuk menyerbu pasar AS, menggantikan peran strategis minyak sawit Indonesia. Jika tak segera diantisipasi, ekspor sawit RI bisa ambrol, dan posisinya tergantikan oleh pesaing lain.
Pemerintah dan pelaku usaha berharap diplomasi dagang kali ini bisa membuka jalan keluar dari tekanan tarif tersebut dan mempertahankan posisi strategis sawit Indonesia di kancah global.







Komentar Via Facebook :