https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Ekspor CPO Minim, Duit Sawit Aceh Dinikmati Provinsi Tetangga

Ekspor CPO Minim, Duit Sawit Aceh Dinikmati Provinsi Tetangga

Pelabuhan Malahayati di Aceh Besar. Foto: ist.


Jakarta, elaeis.co – Industri sawit di Provinsi Aceh terus menggeliat. Saat ini total produksi minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) di Serambi Mekah sudah mencapai 1 juta ton per tahun dan berkontribusi sebesar 2,41% terhadap total produksi CPO nasional.

Berdasarkan laporan Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, dengan luas kebun sekitar 470 ribu hektar dan 63 pabrik kelapa sawit (PKS) yang aktif, sektor sawit telah menjadi salah satu pilar utama ekspor non-migas bagi Aceh.

Sayangnya, meski volume produksi sangat besar, hanya sekitar 70 ribu ton CPO yang diekspor melalui pelabuhan-pelabuhan lokal seperti Krueng Geukuh di Kabupaten Aceh Utara dan Calang di Aceh Jaya. Sementara sekitar 930 ribu ton CPO lainnya diboyong ke Sumatera Utara (sumut) menggunakan truk tangki.

Kondisi ini sangat disesalkan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Aceh, Safuadi. "Jika seluruh CPO Aceh diekspor melalui pelabuhan di Aceh, bea keluar yang kini dinikmati oleh provinsi lain akan berpindah ke Aceh. Ini berpotensi menghasilkan nilai yang sangat besar, bisa mencapai ratusan miliar rupiah, dan tentu saja berdampak pada Dana Bagi Hasil (DBH) bagi Aceh," katanya, kemarin.

Namun kenyataannya, Aceh harus menanggung biaya transportasi yang sangat tinggi. Setiap tahun, provinsi ini kehilangan sekitar Rp 372 miliar hanya untuk biaya pengangkutan CPO ke pelabuhan ekspor di Sumut dengan jarak tempuh sekitar 600 kilometer. 

Angka ini belum mencakup biaya pemeliharaan jalan nasional yang harus ditanggung, penundaan arus barang yang terjadi, serta dampak lingkungan dari ribuan truk tangki yang setiap hari melintasi jalan-jalan Aceh.

"Beban ini semakin berat karena tanpa pelabuhan ekspor di Aceh, seluruh aktivitas ekspor harus bergantung pada Sumut," sebutnya.

Salah satu penyebab 'kaburnya' CPO dikarenakan hingga kini masih minim eksportir lokal yang mengambil peran dalam menampung dan mengekspor CPO dari pelabuhan di Aceh. 

Jika tidak ada langkah nyata untuk membangun pelabuhan ekspor, potensi ekonomi dari industri kelapa sawit Aceh akan terus tergerus ke provinsi tetangga, Sumut.

"Tanpa pelabuhan, uang kita mengalir keluar. Dengan pelabuhan, nilai tambah mengalir pulang," ujar Safuadi seraya menegaskan bahwa pembangunan dermaga ekspor CPO di Aceh bukan hanya soal infrastruktur fisik, tetapi juga tentang menciptakan titik balik dalam rantai nilai sawit di provinsi ini.

Dengan adanya pelabuhan, Aceh tidak hanya bisa menghemat biaya transportasi, tetapi juga meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) yang diterima oleh 180 ribu petani sawit di Aceh. 

Keberadaan pelabuhan ekspor juga berpotensi membuka peluang lebih besar bagi industri hilir sawit, seperti minyak goreng, gliserol, dan surfaktan, yang selama ini terkonsentrasi di Dumai, Medan, atau bahkan Johor.

Pembangunan pelabuhan ini diharapkan akan menarik investasi baru, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat ekonomi daerah. Lebih dari itu, dengan adanya pelabuhan ekspor, Aceh bisa memastikan bahwa potensi yang ada di sektor kelapa sawit dapat dinikmati langsung oleh masyarakatnya, bukan malah mengalir ke provinsi lain.

 

BACA BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Komentar Via Facebook :