Berita / Peternakan /
Ekspor CPO Merosot di Tengah Dollar Meroket, Sultan Dorong Pemerintah Pulihkan Diplomasi Dagang
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin. (Foto: Istimewa)
Bengkulu, elaeis.co - Merosotnya ekspor Crude Palm Oli (CPO) di tengah tingginya nilai tukar Dollar AS dan Inflasi, membikin Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan B Najamudin bingung.
Apalagi, gara-gara kinerja ekspor CPO tak karuan, harga tandan buah segar (TBS) sawit petani juga anjlok. Mestinya, petani sawit bisa menikmati kuatnya nilai tukar Dollar AS yang mencapai 15.000 rupiah per dollar saat ini.
"Tapi sayangnya, hal itu justru dinikmati oleh Negeri Jiran Malaysia, yang meraup keuntungan kepercayaan pasar sejak diberlakukannya kebijakan larangan ekspor CPO oleh Pemerintah Indonesia," kata Sultan, Jumat (8/7).
Menurut Bungsu, sapaan akrab Sultan, Indonesia telah kehilangan momentum commodity booming sejak larangan ekspor CPO diberlakukan, dan pemerintah harus bertanggung jawab atas lemahnya posisi tawar dan hilangnya peluang pasar ekspor.
"Pemerintah harus segera memulihkan kembali hubungan dagang secara intensif dengan negar-negara pengimpor utama CPO Indonesia," kata dia.
"Kalau tidak, maka jangan heran jika petani sawit kita justru berinisiatif melakukan ekspor TBS ke Malaysia karena memberikan penawaran harga yang jauh lebih baik," tambahnya.
Menurut Sultan, sejatinya permintaan CPO global masih cukup tinggi dengan harga yang stabil. Hanya saja, pasar sedang tidak nyaman dengan kebijakan dagang Indonesia yang seringkali mengganggu hubungan dagang RI dengan negara-negara pengimpor utama CPO seperti India.
Mestinya, pemerintah mendorong percepatan ekspor dengan berbagai cara. Bila perlu menambah rasio ekspor domestic market obligation (DMO) yang sebelumnya 1:5 menjadi 1:7.
"Nah, kalau itu dilakukan, tentu pasar masih sangat berhati-hati dengan sikap dagang RI. Kami ingin pemerintah segera menata kembali hubungan dagang secara intensif," ujar Sultan.
Seperti diketahui, petani sawit di Indonesia harus menerima kenyataan pahit murahnya harga TBS saat ini.
Petani harus menanggung beban inflasi akibat pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia hanya membandrol TBS tak lebih dari seribu rupiah perkilogramnya. Harga sawit di Indonesia beda jauh dengan Malaysia yang membandrol Rp3.500-Rp4.500 per kilogramnya.







Komentar Via Facebook :