Berita / Nasional /
Ekspor Biodiesel RI Anjlok Hingga 70%, ini Biang Keroknya
Biodiesel dari minyak sawit. foto: Kemen ESDM
Jakarta, elaeis.co - Ekspor biodiesel Indonesia menghadapi banyak hambatan. Dampaknya, ekspor biodiesel merosot hingga 70 persen.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P. Hutajulu, menyebutkan, ada berbagai tantangan yang dihadapi di sektor bioenergi, mulai dari dalam hingga luar negeri. Tantangan yang kompleks itu membutuhkan pendekatan yang terpadu dan solusi yang inovatif.
"Keterbatasan lahan untuk ditanami energi crops berhadapan dengan isu konservasi alam, adalah hal yang kompleks dan perlu diselesaikan secara hati-hati dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait, khususnya di sisi hulu," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (27/2).
Dari sisi ekonomi, industri bioenergi juga menghadapi tantangan produksi yang seringkali lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakal fosil. Selain itu, ada keterbatasan infrastruktur dan jaringan distribusi yang diperlukan untuk menghasilkan, menyimpan, serta mendistribusikan bioenergi tersebut.
"Tidak semua masyarakat menerima bioenergi dengan baik karena ada kekhawairan dampak lingkungan seperti lahan yang berpotensi merusak ekosistem, mempengaruhi biodiversity, dan masalah keberlanjutan," sebutnya.
Dari pasar global, tantangan yang dihadapi yaitu adanya berbagai cara untuk mendiskriminasikan biofuel Indonesia. Salah satunya melalui negative champaign renewable energi directive (RED). Selanjutnya, tuduhan anti dumping dan pengenaan bea masuk tambahan atas produk bioenergi khususnya sawit.
Terbaru, adanya regulasi bebas deforestasi oleh Uni Eropa atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR). "Berbagai tantangan tersebut telah menurunkan ekspor biodiesel kita hingga 70 persen," paparnya.
Untuk mengatasi berbagai tantangan itu dibutuhkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, termasuk industri, akademisi, hingga lembaga swadaya masyarakat. Indonesia juga perlu mengeksplorasi peluang dan potensi yang belum tergarap sepenuhnya dalam industri bioenergi.
"Kita perlu mencari dan mengembangkan sumber bioenergi alternatif yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan industri pangan seperti limbah pertanian, sampah kota, dan tanaman khusus energi seperti ponamia, sorgum dan tanaman lain, di mana sawit dapat menjadi benchmark sebagai komoditas yang memiliki produktifitas tinggi dan harga terjangkau," tuturnya.
Dia menambahkan, produk bioenergi telah menyumbang sekitar 7,7% bauran energi bersih hingga akhir 2023 yang ditutup di level 13,2%. Adapun bioenergi seperti biomasa, biogas hingga bahan bakar nabati (BBN), berkontribusi sebesar 60% dari komposisi energi baru terbarukan (EBT) saat ini.
“Hal ini menunjukkan besarnya peran bioenergi dalam bauran EBT nasional. Salah satu peran bioenergi yang besar adalah penyediaan dan pemanfaatan biodiesel,” katanya.
Sepanjang 2023, penyaluran biodiesel domestik telah mencapai 12,3 juta kiloliter sehingga menghembat devisa negara sekitar Rp 122 triliun dan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 132 juta ton CO2 ekuivalen.







Komentar Via Facebook :