Berita / Nasional /
Efek Hilirisasi, Nilai Ekspor Sawit Hampir Tembus Rp440 Triliun
Minyak goreng, salah satu produk hilir kelapa sawit. foto: ist.
Jakarta, elaeis.co – Industri kelapa sawit Indonesia tak lagi terpaku pada ekspor bahan mentah. Direktur Astra Agro Lestari, Eko Prasetyo, mengatakan bahwa banyak perusahaan kini fokus bergeser ke hilirisasi.
Menurutnya, sekitar 75 persen ekspor produk sawit Indonesia saat ini berasal dari industri hilir atau produk turunan seperti oleokimia, biodiesel, margarin, dan minyak goreng. Hanya 25 persen yang masih berupa CPO (Crude Palm Oil) murni.
“Hilirisasi bukan lagi pilihan, tapi keniscayaan. Ekspor sawit nasional saat ini didominasi oleh produk olahan, yang nilainya hampir mencapai Rp440 triliun atau sekitar USD28 miliar,” ungkapnya dalam sebuah kegiatan di Jakarta dua hari lalu.
Angka fantastis tersebut menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas penyumbang devisa terbesar di sektor nonmigas, bahkan mencapai sekitar 10 persen dari total ekspor nasional. Sebuah kontribusi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Namun, di balik gemerlap nilai ekspor itu, Eko tidak menutup mata terhadap tantangan yang pernah melanda industri sawit, terutama dalam tiga tahun terakhir. Ia menyebutkan salah satu isu besar adalah polemik Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng, yang sempat menggerus kepercayaan publik.
“Waktu itu masyarakat bertanya-tanya, kenapa produksi sawit tinggi tapi minyak goreng bisa langka. Padahal, dari total produksi CPO yang mencapai 49 juta ton per tahun, hanya sekitar 10 juta ton yang digunakan untuk minyak goreng,” jelasnya.
Dia menambahkan, seiring dengan meningkatnya program biodiesel nasional, porsi kebutuhan domestik untuk energi terbarukan kini melampaui konsumsi pangan. Ia bahkan menyebutkan bahwa sejak 2024, kebutuhan untuk biodiesel sudah lebih besar dari minyak goreng.
“Dengan program B50 atau biodiesel 50 persen dari kelapa sawit, produksi kita sangat mencukupi. Artinya, stok sawit kita aman untuk memenuhi dua kebutuhan sekaligus, pangan dan energi,” katanya optimistis.
Menurutnya, arah kebijakan pemerintah dalam memperkuat hilirisasi sudah tepat. Selain menambah nilai ekspor, hilirisasi juga memperluas lapangan kerja, memperkuat rantai pasok industri dalam negeri, dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah yang rentan terhadap fluktuasi harga global.
Dia juga mengapresiasi berbagai upaya kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani sawit untuk mempercepat transformasi industri ini. Ia berharap, dukungan terhadap kebijakan hilirisasi bisa terus diperkuat, termasuk dari sisi regulasi, infrastruktur, dan kemudahan investasi.
“Potensi sawit kita sangat besar. Tapi kalau hanya diekspor dalam bentuk CPO, nilai tambahnya akan lari ke negara lain. Hilirisasi inilah kuncinya agar Indonesia tidak hanya jadi produsen, tapi juga pemain utama dalam industri global,” pungkasnya.







Komentar Via Facebook :